Kamis, 20 Maret 2014

Daeran, Si Pitung dari Depok

Kubur Mat Depok. merdeka.com/arbi sumandoyo
 Reporter : Arbi Sumandoyo
Merdeka.com - Tubuhnya kurus dan kulitnya hitam kecoklatan. Jika berpergian, dia kerap mengenakan jas hitam tanpa dalaman. Tato di dadanya bertulisan Amat Depok Potolan. Rajah ini dia bikin ketika mendekam di penjara Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, setelah ditangkap Belanda saat berperang.

Begitu sosok Daeran dikenal hingga saat ini. Lelaki kelahiran Kota Depok pada 1910 ini kesohor dipanggil Mat Depok. Tidak banyak orang mengenal mantan pejuang kemerdekaan itu. Cuma penduduk asli Tanah Baru mengetahui dirinya. "Amat Depok potolan. Potolan itu jawara. Kalau Amat Depok itu orang Depok," kata Misar, 84 tahun, anak dari istri kedua Mat Depok saat berbincang dengan merdeka.com di kediamannya Senin pekan kemarin.

Sebelum ditahan di Nusa Kambangan, Mat Depok sempat menikmati bui di Pulau Onrush lantaran merampok. Misar mencoba mengingat catatan dalam otaknya. Dia bercerita ayahnya memang kebal senjata tajam dan peluru.

Kisahnya begini. Sehabis keluar dari penjara Pulau Onrush, Mat Depok menetap bersama ibunya di Berland, Matraman, Jakarta Timur. Di sana dia bertemu Nyai Emah, simpanan orang Belanda. Mat Depok berhasil memikat Nyai Emah. Dia nekat membawa lari janda cantik itu ke kampungnya di Tanah Baru.

Buntutnya, Mat Depok menjadi buronan orang Belanda. Demi keamanan, Nyai Emah dititipkan kepada gurunya, Kong Misar, di Pengasinan, Sawangan. Gurunya berpesan
agar Mat Depok pulang ke rumah buat menjenguk istri dan anaknya. "Kalau dari Berland dia buron, dia lari ke Pengasinan. Di sana ada guru namanya Pak Misar. Nggak tahu dikasih apa, dibacok, ditembak nggak mempan,"
ujarnya.

Sejak disuruh gurunya pulang, Daeran dibekali ilmu kebal senjata tajam dan peluru. Dari sana, nama anaknya, Djakaria, diganti menjadi Misar lantaran sakit tak kunjung sembuh. "Karena sakit koreng nggak sembuh-sembuh, nama saya diganti menjadi nama gurunya," tutur Misar.

Robert Cribb dalam buku Para Jago dan Kaum Revolusiner Jakarta 1945-1949 menyebut
Muhammad Arif atau dikenal Haji Darif sebagai jago dari Klender, Jakarta Timur, memiliki peran besar dalam revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Nama itu tak asing bagi Misar. Darif berkawan baik dengan Mat Depok dan ikut berperang dalam Barisan Rakyat Indonesia.

Dua orang itu pernah ikut berperang mengusir Belanda sebelum Indonesia merdeka.
"Ayah saya kenal baik dengan beliau," kata Misar.

Senin, 17 Maret 2014

Risma tawar rumah Bung Karno Rp 300 juta, makelar hargai Rp 2 M

Reporter : Moch. Andriansyah
Rumah Bung Karno. ©2014 Merdeka.com/Moch. Andriansyah
Merdeka.com - Gonjang-ganjing penjualan rumah yang diketahui tempat lahir Bung Karno di Jalan Peneleh, Gang Pandean No 40, Surabaya, Jawa Timur sudah direspons Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma). Risma sudah menawar rumah yang ditempati oleh Jamilah senilai Rp 300 juta, namun harga tersebut membengkak hingga Rp 2 miliar.

"Kami sempat pakai tim appraisal dari Istana Gebang di Blitar, tapi harganya terus naik sampai Rp 2 miliar," kata Risma saat mendampingi Ketua Umum DPP PDIP , Megawati Soekarnoputri yang ingin melihat rumah kelahiran Bung Karno , Senin (17/3).

Risma mengaku pihaknya akan terus berusaha melakukan pendekatan intensif agar harga rumah seluas 7x17 meter persegi itu menjadi wajar. "Kita juga ingin secepatnya rumah itu segera diambil alih Pemkot Surabaya dan dijadikan sebagai salah satu cagar budaya milik negara," tandas Risma.

Sementara itu, Samsul Arifin (54), kakak kandung dari Jamila menjelaskan dirinya tak menyebut rumah tersebut dijual tetapi meminta kejelasan agar menghindari makelar 'nakal.'

"Saya tidak mau menyebut itu (dijual), saya mengatakan hanya ingin kejelasan. Arahnya ya ke sana, kalau saya sebut urusannya panjang, banyak 'wereng' yang ingin ikut bermain," kata Samsul.

Sementara itu, seperti yang diceritakan Samsul, sejak tahun 1990, rumah yang dibeli orang tuanya, pasangan almarhum H Abdul Kadir Latif-Siti Hajaliyah itu, saat ini ditempati oleh adiknya Jamila. "Rumah ini dulu dibeli ibu saya dari seseorang dan mulai di tempat alamarhum ibu saya tahun 1990. Karena ayah saya sudah almarhum lebih dulu, jadi ditempati ibu saya," katanya.

Samsul meyakini kamar depan rumah itu sebagai tempat persalinan Ibu Bung Karno , saat melahirkan Sang Putra Fajar, yang kelak menjadi Presiden RI yang pertama. Dan rumah tersebut, saat ini masih utuh seperti aslinya, sebab si pemilik rumah tidak pernah merenovasi rumah tersebut.

Sebelumnya, Samsul dan keluarganya tidak mengetahui kalau rumah yang ditempatinya itu memiliki nilai sejarah. "Sekarang kan yang nempati adik saya (Jamila). Dia ini yang repot menerima orang-orang yang datang lihat-lihat rumah. Setelah itu, ya selesai tidak ada kelanjutannya," beber Samsul.

Sekadar tahu, rumah di Jalan Peneleh, Gg Pandean No 40 yang diyakini sebagai rumah tempat kelahiran san proklamator itu, dulunya berada di Gang Lawang Seketeng yang kemudian diganti Gang Pandean. Saat diketahui sebagai tempat kelahiran Bung Karno , gang itupun dijuluki Kampoeng Bung Karno .

Beberapa foto Bung Karno turut menghiasi kampung tersebut. Baik di pintu masuk gang, di sebelah kiri jalan, tepatnya di depan warung kopi juga tertempel foto Sang Putra Fajar, di balai RT juga terdapat dua foto Bung Karno .
[ded]