Sabtu, 26 Desember 2015

Pembunuhan pelacur indo yang hebohkan Batavia

Reporter : Ramadhian Fadillah

fientje. ©2012 Merdeka.com/4.bp.blogspot.com
Merdeka.com - 17 Mei 1912, Batavia heboh. Sesosok mayat wanita muda ditemukan mengapung di Kalibaru. Mayat gadis indo itu terbungkus dalam karung dan tersangkut pintu air.

Masyarakat makin heboh saat mengetahui siapa yang tewas. Namanya Fientje de Feniks, seorang pelacur yang kerap dikunjungi para pembesar dan orang kaya. Untuk ukuran saat itu, Fientje jadi idola. Wajahnya campuran Indonesia dan Eropa. Matanya besar dengan hidung mancung dan bibir sensual. Rambutnya panjang, hitam dan berombak. Saat tewas usianya belum lagi 20 tahun.

Sehari-hari, Fientje tinggal di rumah pelacuran milik Umar. Demikian ditulis dalam Ensiklopedi Jakarta yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2005.

Tewasnya Fientje menjadi fokus pemberitaan koran-koran saat itu. Masyarakat penasaran dengan setiap perkembangan terbaru kasus Fientje.

Komandan Polisi Batavia, Komisaris Reumpol menangani kasus ini. Reumpol memeriksa setiap saksi dengan teliti. Akhirnya dia menemukan titik terang ketika seorang pelacur teman Fientje bersaksi. Pelacur itu bernama Raonah, dia melihat langsung seorang pria bernama Gemser Brinkman mencekik Fientje dari sela-sela bilik bambu.

Brinkman bukan orang sembarangan. Dia cukup punya pengaruh di Batavia saat itu. Brinkman juga anggota Sociteit Concordia yang berisi pembesar-pembesar Belanda.

Wartawan Senior Rosihan Anwar menulis soal sidang Brinkman ini. Raonah sempat dituding berbohong dan memberikan keterangan palsu oleh pengacara Brinkman. Pengadilan bahkan sempat mengirim tim untuk mengecek tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan di lokalisasi milik Umar.

Raonah bersikeras pada pendapatnya. Dengan yakin dia berkata pada ketua majelis hakim.

"Tuan, saya seorang perempuan, jadi saya penakut. Tapi saya katakan sekali lagi, laki-laki itu yang melakukan pembunuhan," ujar Raonah.

Pengadilan akhirnya mengganjar Brinkman dengan hukuman mati. Awalnya Brinkman yakin eksekusi tidak akan jadi dilakukan. Dia berfikir tidak mungkin seorang kulit putih terhormat seperti dirinya dihukum mati hanya karena membunuh pelacur indo. Dia juga percaya pengaruh teman-temannya di Sociteit akan membantu memperingan hukumannya.

Tapi Brinkman salah, pengadilan tetap berniat mengeksekusinya. Dia pun stres, dan berteriak-teriak terus dalam selnya. Akhirnya Brinkman bunuh diri dalam sel.

Ada beberapa versi soal pembunuhan ini. Ada yang mengatakan Brinkman sebenarnya tidak membunuh Fientje saat itu juga. Tetapi dia menyuruh algojo bernama Silun bersama dua anak buahnya. Silun yang akhirnya mencekik Fientje hingga tewas. Sial bagi Silun, Brinkman belum membayarnya lunas. Dia baru dibayar persekot atau uang mukanya saja. Brinkman keburu tewas saat Silun ditangkap.

Mengenai motif pun berbeda-beda. Sebagian pihak meyakini Brinkman membunuh Fientje karena cemburu. Dia sebenarnya sudah ingin menjadikan Fientje sebagai gundik, namun ternyata Fientje masih juga melayani laki-laki lain.

Kisah soal Fientje ini juga ditulis dalam Novel karangan Pramoedya Ananta Toer. Di buku 'Rumah kaca', Pram juga memasukan kisah soal pembunuhan ini. Namun Pram mengganti nama Fientje de Feniks menjadi Rientje de Roo.
[ian]

Sunda Kelapa sudah ramai sejak abad kedua belas. Mulanya, tempat ini bernama Pelabuhan Kalapa. Menjadi pintu terdepan bagi Kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan.

Dream .co.id - Pelabuhan di pesisir utara Jakarta itu tak pernah mati. Selalu ramai oleh kegiatan manusia. Kapal-kapal kayu raksasa pun seolah terus terjaga. Melakukan bongkar muat barang dari lambung dan geladaknya.
Itulah kesibukan Pelabuhan Sunda Kelapa. Salah satu pelabuhan di Jakarta yang terletak di Penjaringan, Jakarta Utara. Pelabuhan tua ini pula yang menjadi salah satu pintu gerbang penyebaran Islam di Jawa sekaligus menjadi cikal bakal Kota Jakarta.
Sunda Kelapa sudah ramai sejak abad ke dua belas. Mulanya, tempat ini bernama Pelabuhan Kalapa. Menjadi pintu terdepan bagi Kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan —sekarang masuk wilayah Bogor. Kala itu, kapal-kapal dari penjuru nusantara sudah bersandar di sini.
Pelabuhan ini terletak di muara Kali Ciliwung. Laporan Portugis menyebut dulu pelabuhan ini membujur sepanjang satu atau dua kilometer di kedua tepi Kali Ciliwung. Menurut catatan itu, Kali Ciliwung bisa dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing berkapasitas sekitar 100 ton.
Pada tahun 1817, Belanda memperbesar pelabuhan ini menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, kembali direhabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.
Letak Pelabuhan Kalapa memang strategis. Sehingga pelabuhan ini menjadi pusat perniagaan. Kapal-kapal asing dari China, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah, merapat di pelabuhan ini dengan berbagai barang dagangan.
Para pedagang Arab menjadi salah satu kelompok yang singgah dan menetap di pinggir pesisir ini. Selain berdagang, saudagar-saudagar ini menyebarkan Islam di Tanah Betawi. Komunitas Islam dari Arab ini kemudian hari digeser oleh Belanda ke kampung yang diberi nama Pekojan —sekarang masuk wilayah Jakarta Barat.
Peninggalan-peninggalan penyebaran Islam tempo dulu masih bisa terlihat di sekitar daerah itu. Banyak masjid-masjid tua yang dibangun masih berdiri hingga kini. Sebut saja Masjid Al Anshor, Masjid An Nawier, dan Langgar Tinggi.
Saking strategisnya, bandar laut itu menjadi rebutan. Pada 21 Agustus 1522 Raja Sunda membuat perjanjian dengan Portugis untuk membendung serangan Kesultanan Demak dan Cirebon yang memeluk Islam. Portugis diizinkan membangun benteng di pelabuhan itu.
Kesultanan Demak kebakaran jenggot. Perjanjian itu dianggap jadi ancaman. Dikirimlah Fatahillah oleh Demak untuk mengusir Portugis sekaligus merebut Kalapa. Pada 22 Juni 1527, pasukan Demak dan Cirebon merebut Pelabuhan Kalapa. Nama itu diubah menjadi Jayakarta. Tanggal itu juga diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta hingga kini.
Kekuasaan Demak di Jayakarta akhirnya runtuh. Setelah pada 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen. Diubahlah Jayakarta menjadi Batavia. Sebutan itu diambil dari nama suku Keltik yang pernah tinggal di Belanda.
Pertengahan 1800-an, Pelabuhan Sunda Kelapa tak ramai lagi. Terjadi pendangkalan di pelabuhan itu. Sehingga kapal-kapal tak bisa lagi merapat. Barang-barang yang diangklut kapal besar harus diusung dengan perahu kecil menuju daratan. Sebagai gantinya, dibangunlah Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak lima belas kilometer di sebelah timur.
Pada 1942, ketika Jepang berkuasa, nama Batavia diubah menjadi Jakarta. Dua tahun berselang, saat Belanda kembali memerintah, nama itu tak diubah. Baru pada tahun 1970-an, pemerintah mengubah nama pelabuhan itu menjadi Sunda Kelapa.
Kini, Pelabuhan Sunda Kelapa masih difungsikan. Banyak kapal-kapal kayu yang bersandar di sini mengangkut berbagai kebutuhan masyarakat. Mulai sembako, kayu, hingga kain. Selain masih sibuk dengan aktivitas perniagaan, Pelabuhan Sunda Kelapa juga menjadi tujuan wisata bahari yang patut dikunjungi. (Dari berbagai sumber)

Senin, 14 Desember 2015

Pertempuran sengit & berdarah di Dili, Kopassus Vs Tropaz

Reporter : Ramadhian Fadillah

Operasi Seroja. ©2015 buku hari "h": 7 desember 1975
Merdeka.com - 7 Desember 1975, TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal. Jumlah pasukan yang diterjunkan 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501.

Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu. Antara lain data intelijen yang salah. Disebutkan musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip. Ini salah besar.

Demikian ditulis dalam buku Hari H 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbikan Kata.

Tropaz adalah pasukan didikan Portugis yang kenyang dengan pengalaman tempur gerilya. Mereka diterjunkan untuk menumpas pemberontakan di daerah jajahan Portugis seperti Angola dan Mozambik. Mereka juga kemampuan menembak yang sangat baik.

Pasukan TNI sudah ditembaki sejak masih melayang di udara. Pilot TNI AU terpaksa membatalkan sejumlah penerjunan karena pesawat diberondong tembakan dari bawah. Seorang load master di dalam C-13o Hercules tewas tertembak. Akibatnya 72 prajurit Kopassus batal diterjunkan.

Para prajurit yang terjun tak bisa membalas tembakan. Senapan AK-47 mereka masih terikat di paha.

Begitu mendarat mereka langsung mencari kelompoknya dan terlibat dalam pertempuran sengit. Beberapa prajurit baret merah tersungkur ditembus peluru Tropaz.

Sementara itu, Komandan Nanggala V/Kopasandha Letkol Inf Soegito berlindung di balik tembok. Ternyata di balik tembok itu terlihat beberapa orang Tropaz sedang menembak bertubi-tubi ke arah pasukan yang baru mendarat.

Soegito melemparkan granat ke dalam ruangan. Namun apes, granat buatan Pindad itu tak meledak.

Dia mencabut granat kedua buatan Korea Selatan. "Blaaaar!!" ledakan keras terdengar hingga dinding bergetar.

Beberapa orang yang terluka berhamburan keluar. Tanpa ba-bi-bu, Soegitu menarik picu senapan otomatisnya. Rentetan peluru kaliber 7,62 mm segera menyiram dan menghabisi orang-orang berseragam hijau itu.

Dili dipenuhi suara tembak menembak hari itu. Senapan serbu AK-47 milik Kopasandha versus senapan G3 standar NATO milik Tropaz dan Fretilin.

Siang harinya, pasukan baret merah itu berhasil menguasai Pelabuhan. Letkol Soegito menggunakan sebuah bangunan yang belum jadi untuk markas Grup. Dia mulai bisa mengontak pasukannya yang berceceran.

Di sinilah Soegito menerima kabar Mayor Inf Muji Raharjo tertembak di bagian leher. Lukanya sangat parah. Namun ajaib, nyawanya masih bisa tertolong. Dia bisa sembuh karena peluru tidak merobek syarafnya.

Kota Dili bisa direbut hari itu juga. Pasukan Tropaz dan Fretilin mundur ke gunung untuk meneruskan perang Gerilya. Kemenangan yang harus dibayar mahal dengan gugurnya 19 anggota Kopasandha dan 35 prajurit Yonif Linud 501.

Sementara dari pihak musuh sedikit simpang siur. Ada yang menyebut 122 orang Pasukan Tropaz tewas, ada juga yang mencatat 105 orang. Selain itu puluhan pucuk senjata G-3 juga berhasil direbut.
[ian]

Minggu, 22 November 2015

DISERSI…Tentara Perang Dunia 2 Ini Lantas Menculik Bung Karno

 
Jusuf Kunto. Foto: Public Domain.
INI cerita tentang orang Indonesia yang jadi balatentara Jepang ketika Perang Dunia 2.
Namanya Jusuf Kunto. Satu di antara pemuda yang memaksa Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Nama sebenarnya Kunto. Lahir di Salatiga, 8 Agustus 1921. 
Kunto kecil ikut ayahnya merantau ke Pangkal Pinang, Sumatera. 
Sebagai anak seorang mantri kesehatan di zaman Belanda, Kunto berkesempatan mengenyam pendidikan di Hollandsch Chinesche School. 
Kemudian hari, lanjut ke Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang.
Kunto termasuk anak pemberani--jika sungkan menyebutnya nakal.  Dia pernah menikam polisi Belanda. 
Gara-gara itu Kunto buron. Sejak itu, dia menambah nama depannya; Jusuf. 
Oleh koleganya, sang buronon diselundupkan ke Jepang. 
"Di Negeri Sakura, ia sekolah di Politeknik, Waseda University," tulis Her Suganda, termuat dalam Kisah Istimewa Bung Karno.
Perang Dunia 2
Saat asyik-asyik menimba ilmu di Jepang, Perang Dunia 2 pecah. Jepang tampil ke muka. 
Menurut Her Suganda, Jusuf Kunto termasuk salah seorang dari rombongan terakhir pemuda-pemuda Jepang yang direkrut menjadi pilot bala tentara jepang. 
"Ia sempat bergabung dengan salah satu skuadron pesawat tempur Jepang dan menyerang Kepulauan Hawaii, beberapa pulau lainnya di Pacific, pengintaian dan pemboman Port Moresbi Irian Timur," paparnya.
Dalam buku Rengasdengklok yang juga ditulis oleh Her Suganda, dalam sebuah pertempuran udara, pesawatnya tertembak Sekutu, saat terjadi pertempuran di Morotai dan Halmahera, Maluku Utara.

"Kapten Penerbang Jusuf Kunto menderita luka parah," tulis Her Suganda. 
Ia dibawa ke Jakarta dan dirawat di Centrale Burgelijke Ziekenhuis (CBZ), yang kini jade Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Gerakan Revolusioner
Semasa menjalani perawatan, Jusuf Kunto banyak menjalin hubungan dengan mahasiswa Ika Daigaku, sekolah kedokteran di zaman Jepang. 
Di Jakarta, anak-anak Ika Daigaku menjalankan gerakan bawah tanah untuk Indonesia merdeka. Geng ini terkenal dengan nama Asrama Prapatan 10. 
Ia pun disersi dari ketentaraan dan memilih bergabung dengan gerakan pemuda revolusioner.
Di samping menjalin hubungan persekawanan di ranah gerakan, dia juga menjalin hubungan cinta dengan mahasiswi Ika Daigaku. 
Mahasiswi yang bernama Murtiningrum itu akhirnya dikawininya. 
Di gerakan bawah tanah, Jusuf Kunto tak sekadar ikut-ikutan. Istilahnya dia masuk jadi "orang dalam".
Tak ayal jika dia terlibat dalam aksi yang dirancang pemuda-pemuda revolusioner sewaktu memaksa hingga menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok.
Dua orang Bung tersebut diminta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, menyusul berakhirnya perang dunia kedua, 15 Agustus 1945, ditandai dengan kekalahan Jepang terhadap Sekutu. 
Intelijen
Di alam Indonesia Merdeka, ketika ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta, Jusuf Kunto menjabat Staf Oemoem I (SO-I) Markas Besar Tentara (MBT) di Benteng Vredenburg. 
Dia, "menekuni bidang intelijenbersama Zulkifli Lubis," ungkap Her Suganda.
Ketika Belanda melancarkan agresi militer ke Yogyakarta, dia memindahkan markasnya dari Yogya ke Pakem. 
Selama itu pula dia kerap menyamar keluar masuk Yogya. Gaya-gaya intelijen.
Perang masih berkecamuk ketika kesehatannya menurun, dan kemudian berpulang pada 2 Januari 1949 di Yogyakarta.
Akibat radang paru-paru, Jusuf Kunto mati muda. Usianya 28 tahun.
Pemuda penculik Soekarno itu dimakamkan di pekuburan umum Badran, dekat kuburan China di sebelah barat stasiun Tugu, Yogyakarta. (wow/jpnn)

Minggu, 06 September 2015

Daan Mogot Bukan Sekadar Nama Jalan, Inilah Pertempuran Terakhirnya

DAAN Mogot berumur 17 tahun ketika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pemuda kelahiran Manado, 28 Desember 1928 itu mati muda. Gugur saat hendak melucuti senjata tentara Jepang di desa Lengkong, Serpong, Tangerang.  
Mayor Daan Mogot. Foto: Istimewa.

Hari itu almanak bertarekh 25 Januari 1946. Ba’da Sholat Jumat, Mayor Daan Mogot memimpin para taruna Akademi Militer Tangerang (AMT) berangkat dengan tiga truk dan satu jip militer dari markas Resimen IV TRI menuju markas Jepang di desa Lengkong. 
Dalam rombongan itu ada empat orang eks Gurka--tentara bayaran Inggris--dari India yang membelot ke republik. Ke-empatnya didandani bak pasukan Sekutu. Mengenakan uniform ala tentara Inggris. Maksudnya mau tipu-tipu, seolah itu operasi gabungan TKR-Sekutu sebagai pemenang perang dunia kedua yang akan melucuti Jepang.
Aksi ini sudah direncanakan baik-baik oleh Daan Mogot, selaku pendiri sekaligus Direktur Akademi Militer Tangerang bersama Kapten Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo. “Keberangkatan siang itu diliputi suasana optimis,” tulis Moehkardi dalam buku Pendidikan Perwira TNI AD di Masa Revolusi
Sesampai di tujuan, Daan Mogot berunding dengan Kapten Abe, pimpinan tentara Jepang di Lengkong. Mereka sudah saling kenal sebelumnya, mengingat semasa pendudukan Jepang, pemilik nama asli Elias Daniel Mogot ini pernah menjadi pelatih PETA di Bali dan Jakarta. 
Perundingan berlangsung baik. Daan didampingi Alex Sajoeti, taruna AMT yang mahir berbahasa Jepang. Di luar ruang runding, Soebianto dan Soetopo sudah mengerahkan para taruna AMT masuk barak. Sekira 40 serdadu Jepang dijejer di lapangan. Senjata mereka dikumpulkan. Para “saudara tua” itu termakan muslihat. 
“Mereka percaya bahwa yang sedang bertugas adalah operasi gabungan TKR-Sekutu,” tulis Rosihan Anwar, Ramadhan KH, Ray Rizal, Din Madjid dalam buku Kemal Idris--Bertarung dalam Revolusi

Tiba-tiba sore yang tenang itu berubah gaduh. Terdengar rentetan senapan. Entah dari mana arahnya. Ini terjadi di luar rencana. Serdadu Jepang yang sudah terlatih sontak merebut senjata. Terjadi baku tembak hingga “perkelahian sangkur satu lawan satu,” kenang Moehkardi.
Pasukan republik tak mampu mengalahkan saudara tua. Daan Mogot, dua perwira yang mendampinginya--Soebianto dan Soetopo--serta 33 orang taruna AMT gugur. Tiga puluhan orang lainnya ditawan. Para tawanan dipaksa menggali dan mengubur para kawannya.    
Empat hari kemudian, 29 Januari 1946 diadakan pemakaman ulang. “Saya spesial datang ke situ sebagai wartawan harian Merdeka,” kenang Rosihan Anwar.  
Hari itu, sebagaimana ditulis Rosihan, banyak pejabat hadir. Ada Haji Agus Salim, yang anaknya Sjewket Salim—taruna AMT turut gugur. Hadir juga Margono Djojohadikusumo pendiri BNI yang kehilangan dua putranya; Kapten Subianto dan taruna Soejono.
Saat prosesi pemakaman ulang, dari kantong baju jasad Soebianto--paman dari Prabowo Soebianto yang tempo hari nyapres--ditemukan selarik puisi karya Henriette Roland Holst, penyair perempuan komunis Belanda sahabat Bung Hatta. 

wij zijn de bouwers van de temple niet/wij zijn enkel de sjouwers van de stenen/wij zijn het geslacht dat moest vergaan/opdat een betere oprijze uit onze graven
Rosihan menerjemahkan, “kami bukan pembangun candi/kami hanya pengangkut batu/kamilah angkatan yang mesti musnah/agar menjelma angkatan baru/di atas kuburan kami telah sempurna.”
Kini, sajak itu terukir di pintu gerbang Taman Makam Pahlawan Taruna, Tangerang. Dan untuk mengenang keberanian sang pemimpin pertempuran tersebut, nama Daan Mogot diabadikan pada sebuah jalan raya di Jakarta Barat. (wow/jpnn)

Jumat, 21 Agustus 2015

Kisah Pak Harto kecewa lihat Patwal Polisi tak pedulikan rakyat

Reporter : Ramadhian Fadillah

 Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.

- Soeharto
Soeharto. ©repro Museum Purna Bhakti Pertiwi

Merdeka.com - Banyak orang merasa paling penting di jalan. Mulai dari konvoi moge hingga arak-arakan pejabat. Apalagi jika sudah dikawal aparat.

Ada cerita menarik soal pengawalan polisi. Presiden Kedua RI Soeharto mengaku sempat kecewa dengan sikap polisi yang mengawalnya. Dia menganggapnya terlalu berlebihan dan membuat pengguna jalan lain terganggu.

Kisah tersebut diceritakan Jenderal (Purn) Wiranto yang saat itu masih berpangkat kolonel dan menjadi ajudan Pak Harto. Rombongan presiden melaju dari Istana Negara menuju Bandara Halim untuk terbang ke daerah. Di pintu Tol Semanggi, Wiranto mengaku pundaknya ditepuk Soeharto.

"Wiranto, beri tahu polisi, itu kendaraan di jalan tol tak perlu diberhentikan. Mereka itu membayar untuk bebas hambatan, bukan malah distop gara-gara presiden lewat. Kalau mereka dibiarkan jalan pelan-pelan kan tidak mengganggu rombongan,"
kata Wiranto menirukan ucapan Soeharto kala itu.

Wiranto mengaku terkejut dengan permintaan Soeharto. Sebagai presiden yang memiliki prioritas di jalan, ternyata Soeharto masih memikirkan pengguna jalan lain.

Peristiwa kedua terjadi saat Soeharto akan main golf di Rawamangun. Selain mobil presiden, hanya ada satu jip pengawal di belakang yang mengikuti. Namun rupanya polisi sudah terlalu lama menutup jalan. Klakson terdengar riuh di jalan.

"Lain kali polisi tidak perlu menyetop mereka terlalu lama. Mereka kan punya keperluan yang mendesak, sedangkan saya hanya mau berolahraga. Jadi biar saja saya menunggu sebentar, kan tidak apa-apa," kata Soeharto.


Menurut Wiranto, Pak Harto berkali-kali meminta adanya perbedaan antara pengawalan dinas dan pengawalan untuk sehari-hari. Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.

"Pergi ke Tapos yang jaraknya cukup jauh sekalipun, Pak Harto hanya dikawal secukupnya. Tidak mencolok dan tidak harus mengganggu aktivitas masyarakat," beber Wiranto.

Nah, kalau Presiden Soeharto saja dulu begitu memikirkan pengguna jalan lain, apa tidak malu mereka yang masih arogan di jalan?

Minggu, 19 Juli 2015

Begini Salat Id di Zaman Penjajahan Belanda yang Digelar di Lapangan Banteng

Laporan Dari Den Haag - Eddi Santosa - detikNews
Foto: dok bataviadigital.perpusnas.go.id

Den Haag - Salat di lapangan dengan pengeras suara tidak dilarang. Pemerintah kolonial bahkan menyediakan transportasi ekstra. Begini suasana Idul Fitri di Batavia ketika zaman Belanda.


Pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri di zaman penjajahan Belanda tidak dilarang dan bahkan diizinkan di tempat terbuka. Salah satunya yang diliput oleh media adalah di Waterlooplein (Lapangan Waterloo), kini Lapangan Banteng.

"Tahun ini adalah kedua belas kalinya ibadah ritual semacam itu diselenggarakan di tempat terbuka di ibukota negara," tulis Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, halaman 6 kolom 2 (9 November 1939) dikutip detikcom, Minggu (19/7/2015).

Sebelum hari raya, media sudah mewartakan apakah Aidil Fitri-gebed (salat Id, red) di Waterlooplein jadi dilaksanakan atau tidak.

Panitia untuk salat Id di Waterlooplein terdiri dari 14 organisasi massa dan mendapat sokongan dari berbagai pihak.

Pada hari Idul Fitri pemerintah mengerahkan tram ekstra dari Meester-Cornelis dan Benedenstad (Batavia Lama, kini Kota, red) untuk memudahkan mobilitas umat Islam menuju Waterlooplein.

Demikian juga dengan pengeras suara dibolehkan dipasang, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Bertindak selaku khotib adalah Hadji Mochtar, mantan anggota Mohammadijah, kini anggota Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah Urusan Agama Islam), sementara Hadji Mohamad Isa, Ketua Hof voor Islamietische Zaken sebagai imam.
(es/dra)

 

Rabu, 08 Juli 2015

Pilot Inggris percaya orang Indonesia ini bawa hoki saat perang

Reporter : Ramadhian Fadillah

Halim Perdanakusuma. ©repro buku Baret Jingga
Merdeka.com - Pria ini lahir di Sampang Madura tahun 1922. Sempat bergabung dengan Angkatan Laut Belanda. Saat Jepang datang menyerang, kapalnya ditorpedo Jepang hingga karam.

Beruntung nyawanya diselamatkan kapal perang Inggris. Dia pun dibawa ke India. Pria tersebut kemudian meminta bergabung dengan Royal Air Force. Dia kemudian bergabung dengan skadron pesawat pengebom Inggris dan menjadi perwira navigasi. Selama bertugas, dia tercatat 42 kali melakukan bombardir di wilayah Jerman dan Prancis.

Setiap dia ikut misi pengeboman, seluruh pesawat bisa pulang dengan selamat. Padahal biasanya serangan ke wilayah musuh selalu memakan korban akibat amukan meriam antipesawat udara milik Jerman.

Karena itu pria Indonesia dianggap membawa keberuntungan bagi para pilot dan kru pesawat Lancaster dan Liberator Inggris. Dia diberi julukan The Black Mascot atau si jimat hitam oleh rekan-rekannya.

Nama asli The Black Mascot adalah Abdul Halim Perdanakusuma. Begitu Indonesia merdeka, dia bergabung dan menjadi salah satu pionir berdirinya TNI AU. Pengalamannya menjadi perwira RAF di Perang Dunia II sangat berguna untuk membangun TNI AU.
Halim diserahi tugas sebagai perwira operasi. Dialah yang merancang serangan udara pertama TNI AU pada tangsi militer Belanda di Ambarawa, Magelang dan Semarang. Serangan tanggal 29 Juli 1947 dilakukan dengan pesawat tua peninggalan Jepang. Karena keterbatasan, bom bahkan hanya diikat dengan tali di sayap pesawat.

Serangan tersebut berhasil. Belanda dan dunia internasional terkejut angkatan udara Indonesia yang baru berumur hitungan bulan berhasil melakukan serangan udara.

Perwira senior TNI AU ini juga melakukan sejumlah penerbangan menembus blokade Belanda. Jasanya sangat besar dalam membawa senjata, amunisi dan obat-obatan selama perang kemerdekaan.

Halim Perdanakusuma juga yang melakukan penerbangan ke Maguwo (Yogyakarta) ke Tjililitan ( Jakarta). Penerbangan dilakukan untuk memompa semangat perjuangan rakyat dan menunjukkan eksistensi TNI AU.

Tanggal 14 Desember 1947, Halim Perdanakusuma dan Iswahjudi melakukan penerbangan dari Thailand ke Bukittinggi. Mereka terjebak badai hingga akhirnya pesawat Avro Anson itu jatuh di Selat Malaka. Halim baru empat bulan menikah saat kecelakaan maut itu mencabut nyawanya.

Tahun 1975 pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Halim Perdanakusuma. Namanya diabadikan menjadi nama Lapangan Udara di Jakarta.
[ian]

Kamis, 25 Juni 2015

Kisah TNI AU mau bom pangkalan jet tempur Inggris di Singapura

  Reporter : Ramadhian Fadillah

B-26 Invader. ©repro buku Baret Jingga
Merdeka.com - Tahun 1965, Inggris membangun pangkalan utama di Singapura. Pangkalan Udara Militer Tengah Air Force Base menjadi markas jet tempur Inggris.

Saat itu hubungan Indonesia dan Malaysia sedang memburuk. Malaysia meminta bantuan Inggris, Australia dan Selandia Baru. Bantuan langsung datang. Pesawat jet, kapal perang, hingga pasukan elite mereka disiagakan di perbatasan dengan Indonesia.

TNI AU melihat Pangkalan Udara Inggris di Singapura sebagai ancaman. Komando Mandala Siaga (Kolaga) merancang rencana untuk mengebom pangkalan tersebut.

Panglima Komando Operasi Komodor Leo Watimena memimpin briefing di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

"Pangkalan Udara Militer Tengah Air Force Base dijaga dengan radar dan misil anti serangan udara. Bukan tugas mudah untuk menyerang dan menghancurkannya," kata Komodor Leo Watimena.

Dia melihat para komandan skadron di depannya. "Siapa di antara kalian yang siap berjibaku menghancurkan tengah ABF?" tanya Leo.

"Saya siap Panglima!" teriak seorang perwira senior.

Tantangan itu dijawab dengan gagah oleh Komandan Skadron I Pembom Taktis Kolonel (Oedara) Pedet Soedarman. Dia merasa perlu mengobarkan semangat anak buahnya dalam konfrontasi melawan Malaysia dan sekutunya.


Pedet Soedarman pilot berpengalaman. Dia kenyang pengalaman menerbangkan pesawat jenis B-25 Mitchel dan B-26 Invander dalam menumpas berbagai penumpasan pemberontakan yang terjadi di tanah air.

Maka saat merencanakan mengebom Tengah ABF, 2 pesawat itu juga yang akan digunakannya. Demikian dikisahkan Pedet Soedarman dalam buku Pengalaman Heroik Penerbang Bomber tahun 2003.

"Direncanakan 50 persen bom yang dijatuhkan dari pesawat itu akan mampu menghancurkan landasan sekaligus mencegah musuh melakukannya," kata Pedet.

Rencana dan persiapan terus dilakukan. Moril para anggota TNI AU tinggi untuk melaksanakan tugas itu.

Namun angin berubah cepat. Peristiwa G30S mengubah peta politik Indonesia. Presiden Soekarno jatuh dan penggantinya, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengakhiri konflik dengan Malaysia.

Dalam waktu singkat pula TNI AU menderita akibat pemerintah Orde Baru memutus semua kerja sama dengan Rusia dan China. Pesawat-pesawat paling canggih milik TNI AU tak bisa terbang gara-gara kekurangan suku cadang. Berakhirlah era Macan Terbang Asia.

Misi mengebom pangkalan jet tempur itu tak pernah digelar

Minggu, 14 Juni 2015

Kisah lucu rombongan Presiden Soekarno disetop gara-gara cerutu Kuba

Reporter : Ramadhian Fadillah
Soekarno. ©Deppen/Cindy Adams
 Merdeka.com - Pejuang revolusioner Kuba Che Guevara lahir 14 Juni 1928. Che menggelorakan perlawanan negara Amerika Latin melawan imperialisme Amerika Serikat.

Che dan Presiden Soekarno ternyata sahabat dekat. Keduanya saling mengagumi dan mempunyai semangat yang sama untuk memajukan negara-negara dunia ketiga.

Kala itu, Fidel Castro dan Che Guevara baru memenangkan revolusi di Kuba. Pada Bulan Juni 1959, Castro mengutus Che melawat ke negara-negara Asia. Ada 14 negara yang dikunjungi Che, sebagian besar negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.

Tentu Indonesia sebagai tuan rumah konferensi Asia Afrika, mendapat lawatan khusus Che. Dia menemui Presiden Soekarno di Jakarta. Keduanya berdiskusi panjang lebar soal revolusi di masing-masing negara. Keduanya cocok karena sama-sama anti imperialis. Selain berdiskusi, Che juga menjalin kerjasama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Kuba. Che juga sempat berwisata ke Candi Borobudur.

Dia yang terkesan dengan Soekarno kemudian mengundang Soekarno untuk ganti berkunjung ke Kuba.

Maka tahun 1960, Soekarno yang melawat ke Kuba. Pemimpin Kuba Fidel Castro langsung menyambutnya di Bandara Havana. Soekarno disambut meriah. Warga Kuba berdiri di sepanjang jalan membentangkan poster bertuliskan 'Viva President Soekarno'.

Soekarno banyak berdiskusi dengan Castro soal apa yang telah dilakukannya di Indonesia. Di tengah kepulan cerutu kuba yang legendaris, Soekarno memaparkan konsepnya soal Marhaenisme. Soekarno menjelaskan kemandirian di bidang ekonomi. Bagaimana rakyat bisa menjadi tuan di negerinya sendiri tanpa didikte imperialisme.

Fidel Castro yang juga anti-Amerika klop dengan Soekarno. Sejarah menunjukkan keduanya tidak pernah mau didikte Amerika Serikat.

Foto-foto Soekarno, Che dan Castro menunjukkan hubungan yang sangat dekat. Soekarno menghadiahi Castro keris, senjata asli Indonesia. Mereka tertawa seperti dua sahabat saat bertukar penutup kepala. Soekarno menukar kopiahnya dengan topi a la komandan militer yang menjadi ciri khas Castro. Che pun tampak senang mengenakan kopiah Soekarno.

Saat itu revolusi baru saja terjadi di Kuba. Castro dan Che baru menumbangkan rezim Batista dan mengambil alih kepemimpinan Kuba tahun 1959. Karena itu euforia revolusi terjadi di semua pelosok Kuba.

Yang unik, rombongan kepresidenan sempat berhenti hanya karena petugas polisi yang memimpin konvoi ingin mengisap cerutu.

Cerita itu dituturkan ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno' terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.

Saat itu dalam konvoi Soekarno ada tiga polisi yang memimpin iring-iringan kepresidenan sekaligus membuka jalan. Tiba-tiba polisi pemimpin konvoi menghentikan motornya dan menyuruh konvoi berhenti. Tentu saja semua peserta bertanya-tanya kenapa konvoi berhenti.

Polisi itu lalu mengeluarkan cerutu, dan menghampiri sopir Soekarno. Rupanya dia mau pinjam korek untuk menyalakan cerutu. Setelah menyala, polisi itu lalu memberi hormat pada Soekarno. Dia menaiki motornya dan memimpin konvoi kembali dengan gagah. Sambil menghisap cerutu kuba tentu saja.

"Bung Karno tertawa berderai melihat itu. Rupanya dia cukup paham Kuba masih dalam revolusi," ujar Bambang.

Lawatan ke Kuba sangat mengesankan untuk Soekarno. Sangat berbeda dengan lawatannya ke Washington beberapa waktu sebelumnya. Kala itu Soekarno tersinggung dengan Presiden Eisenhower yang sombong. Eisenhower menganggap remeh Soekarno yang dianggapnya datang dari negara dunia ketiga.

Sabtu, 06 Juni 2015

Peristiwa menegangkan saat pilot TNI AU mau bom Presiden Soekarno

Reporter : Ramadhian Fadillah |

Mig-17 AURI. ©2013 Merdeka.com
Merdeka.com - Presiden Soekarno berkali-kali menghadapi percobaan pembunuhan. Mulai dari digranat di Cikini, mau ditembak saat Salat Idul Adha hingga diserang di Makassar.

Namun serangan yang paling mengejutkan adalah peristiwa Maukar. Seorang pilot Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pernah menerbangkan pesawat tempur Mig-17 dan mengebom Istana Presiden Soekarno.

9 Maret 1960. Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel 'Tiger' Maukar. Maukar adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi pemberontak Permesta. Nama 'Tiger' adalah call sign atau panggilan. Setiap penerbang tempur pasti punya nama panggilan.

Kanon yang dijatuhkan Daniel Maukar menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden.

"Sebuah pesawat udara yang terbang rendah menjatuhkan bingkisan mautnya tepat di kursi biasa aku duduk. Rupanya Tuhan tengah menggerakan tangan-Nya untuk melindungiku," kenang Soekarno soal peristiwa itu dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams.

Setelah menjalankan aksinya Maukar mendaratkan jet tempur itu di persawahan wilayah Garut. Rencananya dia akan dijemput oleh para pejuang Darul Islam pimpinan Kartosoewiryo. Namun Maukar keburu tertangkap pasukan TNI. Berakhirlah petualangan salah satu pilot muda jagoan AURI itu.

Maukar membantah mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak melihat bendera kuning dikibarkan di Istana sebagai tanda presiden ada di Istana. Dia tahu Istana sedang kosong. Maukar sendiri mengaku sangat mengagumi Soekarno. Aksi itu dilakukan karena kekecewaan dan hasutan para pejuang Minahasa yang kala itu merasa diperlakukan tak adil.

Maukar dijatuhi hukuman mati dan dipecat dari AURI. Tapi belakangan Soekarno mengampuninya. Dia menjalani hukuman selama delapan tahun sebelum bebas dan akhirnya menghabiskan hidup sebagai pendeta.
[ian]

Kamis, 02 April 2015

Rahasia Soekarno memikat wanita cantik

Reporter : Ramadhian Fadillah

soekarno-istri. merdeka.com/istimewa
Merdeka.com - Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, dikenal sebagai penakluk wanita. Menikah sembilan kali, dengan mudah wanita takluk padanya. Sebenarnya apa rahasia Soekarno? Mengapa wanita selalu terpikat padanya?
Mantan Ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko menceritakan Soekarno memang jagoan soal wanita. Kharisma Soekarno ditambah intelektualitas yang tinggi, membuat wanita-wanita bertekuk lutut.

"BK (Bung Karno) benar-benar dapat disebut jagoan. Terhadap setiap wanita yang sedang dihadapinya, dia selalu dapat mencurahkan perhatiannya kepada wanita itu. Sehingga wanita tersebut merasa bahwa dia satu-satunya wanita yang paling dicintai atau dihargai BK," tulis Bambang Widjanarko dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno' yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.

Selain itu, Soekarno juga selalu bersikap gallant atau sopan dan hangat pada setiap wanita. Tak peduli wanita itu tua atau muda. Soekarno tak segan-segan mengambilkan minum sendiri untuk tamu wanitanya.

Soekarno juga selalu membantu memegang tangan wanita, jika wanita itu keluar mobil. Dia juga mengumbar pujian pada wanita. Hal ini yang selalu membuat para wanita tersanjung.

Pujian seperti "Alangkah serasinya kain kebaya yang anda pakai," atau "Nyonya kelihatan lebih muda dengan tatanan rambut baru itu," sering terdengar dari mulut Soekarno.

Maka dalam berbagai kunjungan di Eropa dan Amerika, Soekarno sering sekali mendapat pujian dari para wanita. Mulai dari politikus wanita, hingga artis sekelas Marilyn Monroe.

"Your President is real gentleman," ujar Bambang menirukan pujian para wanita itu.

Namun Bambang mencatat, akibat lagak seperti Arjuna itu pula Soekarno sering mendapat masalah dengan wanita. Tentunya tidak mudah mempunyai empat istri sekaligus dan semuanya minta menjadi nomor satu.

"Itulah BK sang arjuna yang dalam hidupnya terus terlibat persoalan wanita dan secara berani menerapkan politik 'vivere pericolozo' dalam soal asmara," kenang Bambang Widjanarko.
[bal]

Senin, 23 Februari 2015

Kisah Kolonel Gatot Soebroto panggil Soeharto 'monyet' saat perang

Reporter : Yulistyo Pratomo
gatot subroto dan soeharto. ©2015 Merdeka.com
 Merdeka.com - Siapa yang tak kenal dengan Jenderal Gatot Soebroto, sosok pahlawan pejuang kemerdekaan ini memiliki peran yang sangat berarti dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda. Dia dikenal sebagai jenderal lapangan kesayangan TNI AD.

Gatot dikenal terbuka dan ceplas-ceplos. Ada kisah menarik bagaimana hubungan antara Gatot Soebroto dan Soeharto.

Saat itu keduanya terlibat pertempuran di Ambarawa, Jawa Tengah. Soeharto yang kala itu masih berpangkat Mayor diperintahkan untuk menemui atasannya, Gatot Soebroto. Namun, Gatot yang berpangkat Kolonel gemar memanggil anak buah dengan kalimat sesukanya.

"Hei monyet, mari ke puncak sini," teriak Gatot.

Panggilan 'monyet' ini merupakan kalimat legendaris yang selalu diingat seluruh anak buahnya. Sebutan itu selalu keluar jika keadaan hati Gatot sedang senang.

Kisah ini ditulis dalam buku 'TB Silalahi: Bercerita Tentang Pengalamannya' karya Atmadji Sumarkidjo terbitan Kata Hasta Pustaka terbitan 2008, Gatot dan Soeharto memiliki hubungan dekat.

Dalam pertemuan itu, Gatot memerintahkan Soeharto untuk menjaga puncak sebuah bukit di Ambarawa pada malam hari. Bukit ini dipandang sangat strategis bagi para pejuang karena bisa memantau pergerakan musuh, jika jatuh ke tangan Belanda maka akan berakibat buruk bagi TNI kala itu.

Setelah memberikan perintah, Gatot menyerahkan sepenuhnya keamanan di atas bukit kepada sosok yang akan menjadi presiden kedua RI ini. Namun, dia justru gemetar melihat bukit itu ternyata dibombardir secara bertubi-tubi dari Belanda. Suara ledakannya sangat membahana, bahkan Gatot sempat berpikir Soeharto dan anak buahnya pasti tewas dalam serangan itu.

Segera setelah serangan berhenti, Gatot bersama anak buahnya langsung menuju bukit tempat Soeharto serta pasukannya berada. Dia pun memerintahkan beberapa orang kepercayaannya mencari setiap jenazah. Gatot menangis membayangkan jenazah Soeharto ada di antara para korban.

Setibanya di puncak bukit, dia terkejut saat menyaksikan tak ada satu pun mayat yang berserakan. Bahkan, ia lebih terkejut lagi melihat Soeharto dan pasukannya berjalan tanpa terluka sedikit pun dari sisi lain bukit tersebut.

Bagi Gatot, Soeharto adalah salah satu anak buah kesayangannya, alhasil ketika melihat Soeharto keluar dari persembunyian tanpa terluka membuatnya terharu dan langsung memeluknya.

"Kamu masih hidup," ucapnya singkat sembari memeluk Soeharto.

Tak lama, dia pun bertanya bagaimana Soeharto berhasil selamat dari serangan tanpa terluka sedikit pun. Dan Soeharto pun bercerita, menjelang malam setelah mendapat perintah itu, dia berpikir bukit tersebut pasti akan mendapat serangan dari Belanda mengingat posisinya yang sangat strategis.

Soeharto menyadari jika tetap bertahan akan membahayakan nyawanya dan seluruh pasukan. Atas alasan itu, Soeharto mengajak anak buahnya bersembunyi di sisi lain bukit. Perkiraan pun tepat, serangan mortir dan bombardir terjadi malam itu juga.

Mendengar itu, Gatot gembira bukan kepalang. Dia pura-pura marah, tetapi hatinya sangat senang.

"Hei monyet, berarti kau melawan perintah. Saya perintahkan kamu tetap di sini tapi ternyata kau tinggalkan."

Meski marah perintahnya diabaikan, namun Gatot tetap bersyukur Soeharto dan seluruh pasukannya tetap selamat. Kelak, Gatot Soebroto diangkat jadi pahlawan nasional dan namanya menjadi nama jalan protokoler di semua ibu kota provinsi.

Kamis, 05 Februari 2015

Bang Pi'ie, jawara Pasar Senen jadi menteri (1)

Bang Pii (tengah). ©2015 Merdeka.com/Wordpress
Merdeka.com - Wajah dalam foto itu tak asing. Mukanya tampan dengan kumis tipis melekat. Namun banyak orang tak mengenal lelaki dalam foto itu. Dialah Imam Syafi'ie, kesohor dengan panggilan Bang Pi'ie. Era tahun 1960 an, Bang Pi'ie ditakuti oleh para bandit di sekitaran Jakarta.

Bang Pi'ie begitu dia hangat disapa merupakan salah satu pahlawan negeri ini. Dia bekas jawara Pasar Senen di Jakarta Pusat dan satu-satunya jagoan yang pernah mengisi Kabinet Pemerintahan di negeri ini. Jabatannya mentereng, Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Dwikora bentukan Presiden Soekarno.

Perjalanan panjang Bang Pi'ie begitu berwarna. Sejak usianya 4 tahun, Bang Pi'ie sudah menjadi anak yatim. Anak ke dua dari empat bersaudara ini terpaksa harus dititipkan kepada bibinya, Zaenab pedagang makanan di Pasar Senen. Di usia itu Syafi'ie sudah berpikir bagaimana memberi makan ibunya dan dua adiknya, Muhammad Safrie dan Supenah.

Usia 5 tahun Pi'ie kecil membuat komplotan sesama anak seusianya. Dia mengkoordinir teman-temannya di Pasar Senen untuk mengambil sayur-sayuran maupun beras. Hasil itu yang kemudian dikirim kepada ibunya di Bangka, Jakarta Selatan.

"Ibaratnya kalau sekarang anak kolong. Jadi kalau ada bongkaran sayuran dia ambil sayuran. Kalau ada beras dia kumpulin beras," kata anak Bang Pi'ie, Edi Syafi'ie saat berbincang dengan merdeka.com kemarin di Hotel Milenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Edi merupakan anak dari istri ketiga Bang Pi'ie, Fitriyana.

Sebelum dititipkan kepada bibinya, Syafi'ie telah diminta kerabat ayahnya, Habib Qodir Al-Hadad, seorang ulama asal Pasar Sawo, Kebon Nanas, Jakarta Timur. Permintaan itu memang diamanatkan oleh mendiang ayahnya, Mugeni sebelum pergi menghadap sang khalik. Mugeni meninggal setelah ditebas golok dari belakang oleh adik seperguruannya bernama Ayub.
Tujuan menghabisi Mugeni, kata dia, buat menguasai Pasar Senen. "Kakek saya dulu jawara di Pasar Senen, dia asli Marunda," ujar Edi.

Di usia tujuh tahun, Syafi'ie kecil mulai belajar ilmu beladiri. Habib Qodir, ayah angkatnya mempunyai tujuan biar Bang Pi'ie jadi jawara. Ada 32 guru mengajarkan Syafi'ie ilmu beladiri. Dari tiga saudara kandung laki, hanya Syafi'ie yang dibawa Habib Qodir untuk berguru. Alasannya, Syafi'ie memiliki kekuatan buat menerima berbagai ilmu. Dari 32 guru, salah satunya Haji Darif, pahlawan asal Klender, Jakarta Timur.
"Guru-gurunya secara bergantian mengajarkannya," tutur Edi.

Hingga akhirnya, Syafi'ie kecil harus mendekam dibalik jeruji besi penjara anak di Tangerang. Ada kisah menarik saat dia dijebloskan ke dalam penjara. Meski usianya baru 11 tahun, Bang Pi'ie sudah menjadi jawara di lapas itu. Bang Pi'ie hanya cukup waktu semenit melumpuhkan jawara dalam lapas anak Tangerang.

Ceritanya begini, waktu baru masuk, Bang Pi'ie di pecundangi, dia dipukul oleh anak berdarah Ambon, penguasa Lapas Tangerang. Bang Pi'ie menangkis pukulan, dia lantas mengalahkan jawara lapas itu seorang diri. Sejak saat itu, namanya makin kesohor. Apalagi, bang Pi'ie ditangkap lantaran dia dituding mengorganisir para preman di Pasar Senen.

"Dia ditangkap dan dibawa ke LOG. Hanya setahun dia mendekam," katanya. Perjalanan Bang Pi'ie memang banyak dihabiskan di Pasar Senen. Namun namanya tetap kesohor di kalangan anak muda sekitar Jakarta. Usia 16 tahun usai kembali berguru, Bang Pi'ie mulai mengorganisir teman-temannya di Pasar Senen dan pada usia 19 tahun, Syafi'ie mulai kesohor sebagai Jawara setelah mengalahkan pimpinan preman bernama Muhayar asal Cibedug, Bogor, Jawa Barat. Muhayar merupakan pengganti, Ayub, teman seperguruan mendiang ayahnya.

"Dia mengalahkan Muhayar. Muhayar ini pengganti Ayub yang membunuh kakek saya," ujar Edi.

Tersohornya nama Bang Pi'ie membuat dia disegani hingga berbagai pelosok di luar Jakarta. Masuknya Jepang pada tahun 1943 membuat nama Bang Pi'ie ditunjuk sebagai pimpinan laskar bambu runcing. Isinya para jawara dari Jakarta, Depok, Tangerang hingga Bekasi. Laskar ini ikut berjuang saat detik-detik sebelum kemerdekaan.

Haji Darif dari Klender pernah berkongsi dengan Bang Pi'ie sebelum kemerdekaan. Dia bersama laskarnya ikut berjuang ketika memerdekakan negeri ini dari para penjajah. "Dulu pimpinan laskar itu Pak Syafi'ie. Bapak dulu di bawah komando dia," kata Uung, anak dari Haji Darif saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.

Sebagai orang dekat dengan Soekarno, setelah kemerdekaan, Bang Pi'ie diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat. Dia dinilai mampu mengkoordinir para bandit untuk tidak berbuat onar. Maklum, setelah proklamasi kemerdekaan, situasi keamanan makin tidak terkendali lantaran banyak terjadi perampokan.

Anak bekas Sekondan Menteri Keamanan Rakyat di bawah bang Pi'ie, Mat Depok menuturkan jika ayahnya memang dipercaya untuk membantu Bang Pi'ie mengendalikan para bandit. Bahkan dia pernah ikut mengalami perjuangan bersama Bang Pi'ie saat pertempuran dengan tentara Belanda di Bekasi, Jawa Barat. "Iya ayah saya pernah menjadi sekondan menteri Pak Syafi'ie," ujar Kong Nisan, anak Mat Depok saat ditemui di kediamannya, Tanah Baru, Depok, Jawa Barat pertengahan tahun lalu.
Soekarno berkuasa, Bang Pi'ie diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet 100 hari Menteri bentukan Presiden Soekarno

Selasa, 03 Februari 2015

Masjid Al Mujahidin Bekasi, Basis Perjuangan Pahlawan Nasional

Reporter : Baiquni 
Masjid Al Mujahidin Cibarusah, Saksi Bisu Perlawanan Pada Penjajah (gunrakyatbekasi.wordpress.com)

 Masjid Al Mujahidin Cibarusah, Bekasi ini dulunya menjadi markas komando dan kamp pelatihan semi militer anggota Laskan Hizbullah melawan penjajah Jepang.

 Dream - Masjid lazimnya sebagai tempat ibadah bagi kaum Muslim. Namun, pada zaman penjajahan dulu, masjid tak jarang digunakan sebagai basis perjuangan.

Dan salah satu tempat ibadah kaum Muslim yang menjadi basis perjuangan bangsa itu adalah Masjid Al-Mujahidin yang terletak di Kampung Babakan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Masjid ini pernah menjadi markas komando Laskar Hizbullah melawan Belanda dan Jepang.
Laskar Hizbullah merupakan satuan pejuang bentukan para aktivis Islam yang tergabung dalam Partai Masyumi pada tahun 1944. Kesatuan ini dibentuk untuk mengimbangi tentara Pejuang Tanah Air (PETA) bentukan Jepang. Laskar ini beranggotakan pemuda Muslim yang dilatih dengan pelatihan semi militer.
Para pemuda Muslim yang tergabung dalam kesatuan ini digembleng di Masjid Al-Mujahidin ini. Lingkungan sekitar yang saat itu masih berupa hutan dan tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang menjadikan masjid ini sebagai tempat strategis untuk melatih pasukan.
Kamp pelatihan ini melahirkan beberapa nama pahlawan nasional. Salah satunya adalah KH Zainul Arifin, yang mampu menggelorakan semangat perjuangan di kalangan anak muda terutama santri. Mereka kemudian menjadi garda terdepan dalam perlawanan mengusir penjajah.
Setelah menjalani pelatihan, para anggota laskar diperintahkan untuk menyebar ke seluruh penjuru negeri. Mereka berada di bawah komando KH Zainul Arifin selaku Komandan Tertinggi. Dalam menjalankan komandonya, ia dibantu oleh Abdul Mukti, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar.
Saat ini, Masjid Al Mujahidin Cibarusah masih tetap digunakan sebagai tempat salat. Selain itu, masjid ini juga menjadi basis masyarakat untuk berkegiatan dalam bidang agama. (Dari berbagai sumber)

Minggu, 25 Januari 2015

Waspadai Bahaya Laten PKI Gaya Baru

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bahaya laten Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi perhatian Direktur CICS, Arukat DJ. Menurut dia, kendati tidak lagi mengedepankan aksi dengan angkat senjata, namun PKI kini sudah bermetamorfosa kemana-mana.
Kader Partai Komunis Indonesia (PKI)
"Kita bisa melihat, dimana-mana ada konflik di situ juga ada bekas tokoh-tokoh PKI," kata Arukat di Denpasar, Bali, Ahad (25/1).
Hal itu dikemukakan Arukat dalam ceramahnya pada kegiatan Reuni Akbar Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PKB PII). Kegiatan yang dihadiri para aktivis Angkatan 66 dan aktifis PII dari beberapa generasi itu mengambil tema "Revitalisasi Peran KB PII Dalam Menghadapi Indonesia Baru."
Dalam ceramahnya, Arukat mengatakan, PKI dengan faham komunismenya bisa ada di mana-mana. Selain ada yag terang-terangan membanggakan partai komunis itu, ada juga yang melakukan gerakan secara tersamar atau penyusupan-penyusupan.
Komunis gaya baru, kata Arukat, telah banyak mengalami perubahan dari bentuk dan ideologi aslinya. Dulu, orang-orang PKI selalu menyuarakan kepentingan rakyat tertindas dan tidur di rumah-rumah gubuk, namun sekarang mereka sudah berdasi, rapat dan tidur di hotel-hotel mewah.
"Namun yang diperjuangkannya di Indonesia tetap, salah satunya yakni bagaimana menguasai pemerintahan," katanya.
Arukat juga menyoroti pemberontakan yang dilakukan PKI pada 1948 dan 1965 yang menimbulkan banyak korban. Karena itu, terkait desakan agar pemerintah membuat permohonan maaf atas peristiwa G30S PKI 1965, Arukat menyatakan akan menentangnya habis-habisan. "Kami dari Jawa Timur yang paling pertama menentang jika pemerintah berencana mengajukan permohonan maaf," kata Arukat.
Pembicara lainnya, H Ahmad Hasan Ali BA mengemukakan hal senada. Menurut Hasan Ali, kader-kader PKI bisa menyusup kemana-mana, bahkan ke lembaga-lembaga berazaskan Islam. "Karenanya harus diwaspadai hingga di lingkungan terkecil, jangan sampai ummat Islam terprovokasi oleh orang yang ternyata penyusup," katanya

Sabtu, 17 Januari 2015

Akhir perjalanan Kusni Kasdut, si penjahat legendaris

Reporter : Mohamad Taufik


Kusni kasdut. wordpress.com
 Merdeka.com - Kisah petualangan penjahat legendaris Kusni Kasdut sudah banyak ditulis dalam berbagai artikel. Penjahat yang juga mantan pejuang melawan penjajah Belanda pada masa revolusi 1945 itu terlibat beberapa kali perampokan dan pembunuhan di negeri ini, salah satunya merampok Museum Nasional dan membunuh satu petugas pada 31 Mei 1961.

Kusni Kasdut bernama asli Waluyo. Dia lahir sebagai pemuda miskin, anak seorang petani miskin di Blitar, Jawa Timur. Di masa revolusi kemerdekaan dia tergabung tak resmi sebagai laskar rakyat yang bahu membahu bersama TNI melawan penjajah Belanda.

Ketika revolusi berakhir, Kusni Kasdut justru dibuat bingung. Kekacauan membuatnya bisa beristrikan seorang gadis Indonesia dari keluarga menengah, Sri Sumarah Rahayu Edhiningsih. Seorang istri yang ia cintai, ia banggakan, dan karena itu melahirkan tekad untuk menyenangkannya dengan kehidupan layak. Sementara sejak lahir, Kusni senantiasa bergelut dengan kemiskinan.
Kusni terus mencari pekerjaan. Namun, entah karena dia berharap terlalu tinggi, atau apa, yang ia terima tak lain serangkaian kegagalan. Berbekal pengalaman semasa revolusi 1945, ia pun mencoba mendaftar masuk TNI. Sayang, ia kembali ditolak.
 Penyebab penolakan Kusni masuh TNI karena selain karena tak pernah terdaftar dalam kesatuan pejuang, ia pun cacat fisik. Kaki kirinya sedikit timpang terserempet tembakan yang dia peroleh semasa perang. Kusni Kasdut menjadi orang terbuang meski bisa dibilang dia merupakan pejuang kemerdekaan.

Kusni Kasdut kemudian berteman dengan Bir Ali. Ali seorang laki-laki asal Cikini kecil (sekarang wilayah sekitar Hotel Sofyan), mantan suami penyanyi Ellya Khadam. Nama lengkapnya Muhammad Ali, dijuluki Bir Ali karena kesukaannya menenggak bir sebelum melakukan aksi. Kelak, Muhammad Ali menjalani hukuman mati pada 16 Februari 1980 karena membunuh Ali Badjened, seorang Arab kaya raya, saat merampok rumahnya.

Saat Kusni masuk, geng itu sudah beranggotakan Ali, Usman, Mulyadi dan Abu Bakar. Ketiganya memberikan posisi pemimpin karena melihat bakat memimpin yang Kusni Kasdut miliki. Pelan tapi pasti, satu persatu kejahatan membuat Kusni ketagihan.

Pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi membuat Kusni memandang penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan. Karena itu, untuk menghindari penangkapan yang berujung penjara, dia rela membunuh korbannya bila dirasa terpaksa. Kusni, kemudian seolah monster haus darah dalam setiap aksinya.

Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an, Kusni bersama Bir Ali merampok dan membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab Alhajiri, Kebon Sirih. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan Ali dari atas jeep. Perampokan pada masa itu sangat menggegerkan.
 Berselang satu tahun, pada 31 Mei 1961, Jakarta kembali gempar. Tak lain karena Museum Nasional Jakarta (Gedung Gajah) dirampok gerombolan Kusni Kasdut. Ibarat film, Kusni yang menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi, menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Dalam aksi nekat itu ia membawa lari 11 butir permata koleksi museum. Segera Kusni Kasdut jadi buronan terkenal.

Sekian tahun buron, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya dia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan divonis mati atas rangkaian kejahatannya. Kusni Kasdut akhirnya dieksekusi mati pada 16 Februari 1980 di sebuah daerah di Gresik, Jawa Timur.

Di hari-hari terakhir hidupnya, Kusni bertaubat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan. Itu karena perkenalannya di penjara dengan seorang pemuka agama Katolik. Ia pun memutuskan menjadi pengikut setia, dan dibaptis dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Sebelum dieksekusi mati, beberapa hal yang diminta Kusni dipenuhi. Dia menikmati sembilan jam terakhirnya di ruang kebaktian Katolik LP Kalisosok, dikelilingi anggota keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang (anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik. Kusni juga menikmati jamuan makan terakhir dengan lauk capcai, mie dan ayam goreng.
Pada masanya, Kusni adalah penjahat spesialis barang antik. Kisahnya sebagai sosok penjahat berdarah dingin ternyata tidak hanya dikenang oleh para korban atau keluarga korban. Ia juga sempat dijuluki 'Robin Hood Indonesia', karena ternyata hasil rampokannya sering di bagi-bagikan kepada kaum miskin.