Senin, 23 Februari 2015

Kisah Kolonel Gatot Soebroto panggil Soeharto 'monyet' saat perang

Reporter : Yulistyo Pratomo
gatot subroto dan soeharto. ©2015 Merdeka.com
 Merdeka.com - Siapa yang tak kenal dengan Jenderal Gatot Soebroto, sosok pahlawan pejuang kemerdekaan ini memiliki peran yang sangat berarti dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda. Dia dikenal sebagai jenderal lapangan kesayangan TNI AD.

Gatot dikenal terbuka dan ceplas-ceplos. Ada kisah menarik bagaimana hubungan antara Gatot Soebroto dan Soeharto.

Saat itu keduanya terlibat pertempuran di Ambarawa, Jawa Tengah. Soeharto yang kala itu masih berpangkat Mayor diperintahkan untuk menemui atasannya, Gatot Soebroto. Namun, Gatot yang berpangkat Kolonel gemar memanggil anak buah dengan kalimat sesukanya.

"Hei monyet, mari ke puncak sini," teriak Gatot.

Panggilan 'monyet' ini merupakan kalimat legendaris yang selalu diingat seluruh anak buahnya. Sebutan itu selalu keluar jika keadaan hati Gatot sedang senang.

Kisah ini ditulis dalam buku 'TB Silalahi: Bercerita Tentang Pengalamannya' karya Atmadji Sumarkidjo terbitan Kata Hasta Pustaka terbitan 2008, Gatot dan Soeharto memiliki hubungan dekat.

Dalam pertemuan itu, Gatot memerintahkan Soeharto untuk menjaga puncak sebuah bukit di Ambarawa pada malam hari. Bukit ini dipandang sangat strategis bagi para pejuang karena bisa memantau pergerakan musuh, jika jatuh ke tangan Belanda maka akan berakibat buruk bagi TNI kala itu.

Setelah memberikan perintah, Gatot menyerahkan sepenuhnya keamanan di atas bukit kepada sosok yang akan menjadi presiden kedua RI ini. Namun, dia justru gemetar melihat bukit itu ternyata dibombardir secara bertubi-tubi dari Belanda. Suara ledakannya sangat membahana, bahkan Gatot sempat berpikir Soeharto dan anak buahnya pasti tewas dalam serangan itu.

Segera setelah serangan berhenti, Gatot bersama anak buahnya langsung menuju bukit tempat Soeharto serta pasukannya berada. Dia pun memerintahkan beberapa orang kepercayaannya mencari setiap jenazah. Gatot menangis membayangkan jenazah Soeharto ada di antara para korban.

Setibanya di puncak bukit, dia terkejut saat menyaksikan tak ada satu pun mayat yang berserakan. Bahkan, ia lebih terkejut lagi melihat Soeharto dan pasukannya berjalan tanpa terluka sedikit pun dari sisi lain bukit tersebut.

Bagi Gatot, Soeharto adalah salah satu anak buah kesayangannya, alhasil ketika melihat Soeharto keluar dari persembunyian tanpa terluka membuatnya terharu dan langsung memeluknya.

"Kamu masih hidup," ucapnya singkat sembari memeluk Soeharto.

Tak lama, dia pun bertanya bagaimana Soeharto berhasil selamat dari serangan tanpa terluka sedikit pun. Dan Soeharto pun bercerita, menjelang malam setelah mendapat perintah itu, dia berpikir bukit tersebut pasti akan mendapat serangan dari Belanda mengingat posisinya yang sangat strategis.

Soeharto menyadari jika tetap bertahan akan membahayakan nyawanya dan seluruh pasukan. Atas alasan itu, Soeharto mengajak anak buahnya bersembunyi di sisi lain bukit. Perkiraan pun tepat, serangan mortir dan bombardir terjadi malam itu juga.

Mendengar itu, Gatot gembira bukan kepalang. Dia pura-pura marah, tetapi hatinya sangat senang.

"Hei monyet, berarti kau melawan perintah. Saya perintahkan kamu tetap di sini tapi ternyata kau tinggalkan."

Meski marah perintahnya diabaikan, namun Gatot tetap bersyukur Soeharto dan seluruh pasukannya tetap selamat. Kelak, Gatot Soebroto diangkat jadi pahlawan nasional dan namanya menjadi nama jalan protokoler di semua ibu kota provinsi.

Kamis, 05 Februari 2015

Bang Pi'ie, jawara Pasar Senen jadi menteri (1)

Bang Pii (tengah). ©2015 Merdeka.com/Wordpress
Merdeka.com - Wajah dalam foto itu tak asing. Mukanya tampan dengan kumis tipis melekat. Namun banyak orang tak mengenal lelaki dalam foto itu. Dialah Imam Syafi'ie, kesohor dengan panggilan Bang Pi'ie. Era tahun 1960 an, Bang Pi'ie ditakuti oleh para bandit di sekitaran Jakarta.

Bang Pi'ie begitu dia hangat disapa merupakan salah satu pahlawan negeri ini. Dia bekas jawara Pasar Senen di Jakarta Pusat dan satu-satunya jagoan yang pernah mengisi Kabinet Pemerintahan di negeri ini. Jabatannya mentereng, Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Dwikora bentukan Presiden Soekarno.

Perjalanan panjang Bang Pi'ie begitu berwarna. Sejak usianya 4 tahun, Bang Pi'ie sudah menjadi anak yatim. Anak ke dua dari empat bersaudara ini terpaksa harus dititipkan kepada bibinya, Zaenab pedagang makanan di Pasar Senen. Di usia itu Syafi'ie sudah berpikir bagaimana memberi makan ibunya dan dua adiknya, Muhammad Safrie dan Supenah.

Usia 5 tahun Pi'ie kecil membuat komplotan sesama anak seusianya. Dia mengkoordinir teman-temannya di Pasar Senen untuk mengambil sayur-sayuran maupun beras. Hasil itu yang kemudian dikirim kepada ibunya di Bangka, Jakarta Selatan.

"Ibaratnya kalau sekarang anak kolong. Jadi kalau ada bongkaran sayuran dia ambil sayuran. Kalau ada beras dia kumpulin beras," kata anak Bang Pi'ie, Edi Syafi'ie saat berbincang dengan merdeka.com kemarin di Hotel Milenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Edi merupakan anak dari istri ketiga Bang Pi'ie, Fitriyana.

Sebelum dititipkan kepada bibinya, Syafi'ie telah diminta kerabat ayahnya, Habib Qodir Al-Hadad, seorang ulama asal Pasar Sawo, Kebon Nanas, Jakarta Timur. Permintaan itu memang diamanatkan oleh mendiang ayahnya, Mugeni sebelum pergi menghadap sang khalik. Mugeni meninggal setelah ditebas golok dari belakang oleh adik seperguruannya bernama Ayub.
Tujuan menghabisi Mugeni, kata dia, buat menguasai Pasar Senen. "Kakek saya dulu jawara di Pasar Senen, dia asli Marunda," ujar Edi.

Di usia tujuh tahun, Syafi'ie kecil mulai belajar ilmu beladiri. Habib Qodir, ayah angkatnya mempunyai tujuan biar Bang Pi'ie jadi jawara. Ada 32 guru mengajarkan Syafi'ie ilmu beladiri. Dari tiga saudara kandung laki, hanya Syafi'ie yang dibawa Habib Qodir untuk berguru. Alasannya, Syafi'ie memiliki kekuatan buat menerima berbagai ilmu. Dari 32 guru, salah satunya Haji Darif, pahlawan asal Klender, Jakarta Timur.
"Guru-gurunya secara bergantian mengajarkannya," tutur Edi.

Hingga akhirnya, Syafi'ie kecil harus mendekam dibalik jeruji besi penjara anak di Tangerang. Ada kisah menarik saat dia dijebloskan ke dalam penjara. Meski usianya baru 11 tahun, Bang Pi'ie sudah menjadi jawara di lapas itu. Bang Pi'ie hanya cukup waktu semenit melumpuhkan jawara dalam lapas anak Tangerang.

Ceritanya begini, waktu baru masuk, Bang Pi'ie di pecundangi, dia dipukul oleh anak berdarah Ambon, penguasa Lapas Tangerang. Bang Pi'ie menangkis pukulan, dia lantas mengalahkan jawara lapas itu seorang diri. Sejak saat itu, namanya makin kesohor. Apalagi, bang Pi'ie ditangkap lantaran dia dituding mengorganisir para preman di Pasar Senen.

"Dia ditangkap dan dibawa ke LOG. Hanya setahun dia mendekam," katanya. Perjalanan Bang Pi'ie memang banyak dihabiskan di Pasar Senen. Namun namanya tetap kesohor di kalangan anak muda sekitar Jakarta. Usia 16 tahun usai kembali berguru, Bang Pi'ie mulai mengorganisir teman-temannya di Pasar Senen dan pada usia 19 tahun, Syafi'ie mulai kesohor sebagai Jawara setelah mengalahkan pimpinan preman bernama Muhayar asal Cibedug, Bogor, Jawa Barat. Muhayar merupakan pengganti, Ayub, teman seperguruan mendiang ayahnya.

"Dia mengalahkan Muhayar. Muhayar ini pengganti Ayub yang membunuh kakek saya," ujar Edi.

Tersohornya nama Bang Pi'ie membuat dia disegani hingga berbagai pelosok di luar Jakarta. Masuknya Jepang pada tahun 1943 membuat nama Bang Pi'ie ditunjuk sebagai pimpinan laskar bambu runcing. Isinya para jawara dari Jakarta, Depok, Tangerang hingga Bekasi. Laskar ini ikut berjuang saat detik-detik sebelum kemerdekaan.

Haji Darif dari Klender pernah berkongsi dengan Bang Pi'ie sebelum kemerdekaan. Dia bersama laskarnya ikut berjuang ketika memerdekakan negeri ini dari para penjajah. "Dulu pimpinan laskar itu Pak Syafi'ie. Bapak dulu di bawah komando dia," kata Uung, anak dari Haji Darif saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.

Sebagai orang dekat dengan Soekarno, setelah kemerdekaan, Bang Pi'ie diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat. Dia dinilai mampu mengkoordinir para bandit untuk tidak berbuat onar. Maklum, setelah proklamasi kemerdekaan, situasi keamanan makin tidak terkendali lantaran banyak terjadi perampokan.

Anak bekas Sekondan Menteri Keamanan Rakyat di bawah bang Pi'ie, Mat Depok menuturkan jika ayahnya memang dipercaya untuk membantu Bang Pi'ie mengendalikan para bandit. Bahkan dia pernah ikut mengalami perjuangan bersama Bang Pi'ie saat pertempuran dengan tentara Belanda di Bekasi, Jawa Barat. "Iya ayah saya pernah menjadi sekondan menteri Pak Syafi'ie," ujar Kong Nisan, anak Mat Depok saat ditemui di kediamannya, Tanah Baru, Depok, Jawa Barat pertengahan tahun lalu.
Soekarno berkuasa, Bang Pi'ie diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet 100 hari Menteri bentukan Presiden Soekarno

Selasa, 03 Februari 2015

Masjid Al Mujahidin Bekasi, Basis Perjuangan Pahlawan Nasional

Reporter : Baiquni 
Masjid Al Mujahidin Cibarusah, Saksi Bisu Perlawanan Pada Penjajah (gunrakyatbekasi.wordpress.com)

 Masjid Al Mujahidin Cibarusah, Bekasi ini dulunya menjadi markas komando dan kamp pelatihan semi militer anggota Laskan Hizbullah melawan penjajah Jepang.

 Dream - Masjid lazimnya sebagai tempat ibadah bagi kaum Muslim. Namun, pada zaman penjajahan dulu, masjid tak jarang digunakan sebagai basis perjuangan.

Dan salah satu tempat ibadah kaum Muslim yang menjadi basis perjuangan bangsa itu adalah Masjid Al-Mujahidin yang terletak di Kampung Babakan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Masjid ini pernah menjadi markas komando Laskar Hizbullah melawan Belanda dan Jepang.
Laskar Hizbullah merupakan satuan pejuang bentukan para aktivis Islam yang tergabung dalam Partai Masyumi pada tahun 1944. Kesatuan ini dibentuk untuk mengimbangi tentara Pejuang Tanah Air (PETA) bentukan Jepang. Laskar ini beranggotakan pemuda Muslim yang dilatih dengan pelatihan semi militer.
Para pemuda Muslim yang tergabung dalam kesatuan ini digembleng di Masjid Al-Mujahidin ini. Lingkungan sekitar yang saat itu masih berupa hutan dan tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang menjadikan masjid ini sebagai tempat strategis untuk melatih pasukan.
Kamp pelatihan ini melahirkan beberapa nama pahlawan nasional. Salah satunya adalah KH Zainul Arifin, yang mampu menggelorakan semangat perjuangan di kalangan anak muda terutama santri. Mereka kemudian menjadi garda terdepan dalam perlawanan mengusir penjajah.
Setelah menjalani pelatihan, para anggota laskar diperintahkan untuk menyebar ke seluruh penjuru negeri. Mereka berada di bawah komando KH Zainul Arifin selaku Komandan Tertinggi. Dalam menjalankan komandonya, ia dibantu oleh Abdul Mukti, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar.
Saat ini, Masjid Al Mujahidin Cibarusah masih tetap digunakan sebagai tempat salat. Selain itu, masjid ini juga menjadi basis masyarakat untuk berkegiatan dalam bidang agama. (Dari berbagai sumber)