Minggu, 19 Juli 2015

Begini Salat Id di Zaman Penjajahan Belanda yang Digelar di Lapangan Banteng

Laporan Dari Den Haag - Eddi Santosa - detikNews
Foto: dok bataviadigital.perpusnas.go.id

Den Haag - Salat di lapangan dengan pengeras suara tidak dilarang. Pemerintah kolonial bahkan menyediakan transportasi ekstra. Begini suasana Idul Fitri di Batavia ketika zaman Belanda.


Pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri di zaman penjajahan Belanda tidak dilarang dan bahkan diizinkan di tempat terbuka. Salah satunya yang diliput oleh media adalah di Waterlooplein (Lapangan Waterloo), kini Lapangan Banteng.

"Tahun ini adalah kedua belas kalinya ibadah ritual semacam itu diselenggarakan di tempat terbuka di ibukota negara," tulis Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, halaman 6 kolom 2 (9 November 1939) dikutip detikcom, Minggu (19/7/2015).

Sebelum hari raya, media sudah mewartakan apakah Aidil Fitri-gebed (salat Id, red) di Waterlooplein jadi dilaksanakan atau tidak.

Panitia untuk salat Id di Waterlooplein terdiri dari 14 organisasi massa dan mendapat sokongan dari berbagai pihak.

Pada hari Idul Fitri pemerintah mengerahkan tram ekstra dari Meester-Cornelis dan Benedenstad (Batavia Lama, kini Kota, red) untuk memudahkan mobilitas umat Islam menuju Waterlooplein.

Demikian juga dengan pengeras suara dibolehkan dipasang, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Bertindak selaku khotib adalah Hadji Mochtar, mantan anggota Mohammadijah, kini anggota Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah Urusan Agama Islam), sementara Hadji Mohamad Isa, Ketua Hof voor Islamietische Zaken sebagai imam.
(es/dra)

 

Rabu, 08 Juli 2015

Pilot Inggris percaya orang Indonesia ini bawa hoki saat perang

Reporter : Ramadhian Fadillah

Halim Perdanakusuma. ©repro buku Baret Jingga
Merdeka.com - Pria ini lahir di Sampang Madura tahun 1922. Sempat bergabung dengan Angkatan Laut Belanda. Saat Jepang datang menyerang, kapalnya ditorpedo Jepang hingga karam.

Beruntung nyawanya diselamatkan kapal perang Inggris. Dia pun dibawa ke India. Pria tersebut kemudian meminta bergabung dengan Royal Air Force. Dia kemudian bergabung dengan skadron pesawat pengebom Inggris dan menjadi perwira navigasi. Selama bertugas, dia tercatat 42 kali melakukan bombardir di wilayah Jerman dan Prancis.

Setiap dia ikut misi pengeboman, seluruh pesawat bisa pulang dengan selamat. Padahal biasanya serangan ke wilayah musuh selalu memakan korban akibat amukan meriam antipesawat udara milik Jerman.

Karena itu pria Indonesia dianggap membawa keberuntungan bagi para pilot dan kru pesawat Lancaster dan Liberator Inggris. Dia diberi julukan The Black Mascot atau si jimat hitam oleh rekan-rekannya.

Nama asli The Black Mascot adalah Abdul Halim Perdanakusuma. Begitu Indonesia merdeka, dia bergabung dan menjadi salah satu pionir berdirinya TNI AU. Pengalamannya menjadi perwira RAF di Perang Dunia II sangat berguna untuk membangun TNI AU.
Halim diserahi tugas sebagai perwira operasi. Dialah yang merancang serangan udara pertama TNI AU pada tangsi militer Belanda di Ambarawa, Magelang dan Semarang. Serangan tanggal 29 Juli 1947 dilakukan dengan pesawat tua peninggalan Jepang. Karena keterbatasan, bom bahkan hanya diikat dengan tali di sayap pesawat.

Serangan tersebut berhasil. Belanda dan dunia internasional terkejut angkatan udara Indonesia yang baru berumur hitungan bulan berhasil melakukan serangan udara.

Perwira senior TNI AU ini juga melakukan sejumlah penerbangan menembus blokade Belanda. Jasanya sangat besar dalam membawa senjata, amunisi dan obat-obatan selama perang kemerdekaan.

Halim Perdanakusuma juga yang melakukan penerbangan ke Maguwo (Yogyakarta) ke Tjililitan ( Jakarta). Penerbangan dilakukan untuk memompa semangat perjuangan rakyat dan menunjukkan eksistensi TNI AU.

Tanggal 14 Desember 1947, Halim Perdanakusuma dan Iswahjudi melakukan penerbangan dari Thailand ke Bukittinggi. Mereka terjebak badai hingga akhirnya pesawat Avro Anson itu jatuh di Selat Malaka. Halim baru empat bulan menikah saat kecelakaan maut itu mencabut nyawanya.

Tahun 1975 pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Halim Perdanakusuma. Namanya diabadikan menjadi nama Lapangan Udara di Jakarta.
[ian]