Jumat, 21 Agustus 2015

Kisah Pak Harto kecewa lihat Patwal Polisi tak pedulikan rakyat

Reporter : Ramadhian Fadillah

 Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.

- Soeharto
Soeharto. ©repro Museum Purna Bhakti Pertiwi

Merdeka.com - Banyak orang merasa paling penting di jalan. Mulai dari konvoi moge hingga arak-arakan pejabat. Apalagi jika sudah dikawal aparat.

Ada cerita menarik soal pengawalan polisi. Presiden Kedua RI Soeharto mengaku sempat kecewa dengan sikap polisi yang mengawalnya. Dia menganggapnya terlalu berlebihan dan membuat pengguna jalan lain terganggu.

Kisah tersebut diceritakan Jenderal (Purn) Wiranto yang saat itu masih berpangkat kolonel dan menjadi ajudan Pak Harto. Rombongan presiden melaju dari Istana Negara menuju Bandara Halim untuk terbang ke daerah. Di pintu Tol Semanggi, Wiranto mengaku pundaknya ditepuk Soeharto.

"Wiranto, beri tahu polisi, itu kendaraan di jalan tol tak perlu diberhentikan. Mereka itu membayar untuk bebas hambatan, bukan malah distop gara-gara presiden lewat. Kalau mereka dibiarkan jalan pelan-pelan kan tidak mengganggu rombongan,"
kata Wiranto menirukan ucapan Soeharto kala itu.

Wiranto mengaku terkejut dengan permintaan Soeharto. Sebagai presiden yang memiliki prioritas di jalan, ternyata Soeharto masih memikirkan pengguna jalan lain.

Peristiwa kedua terjadi saat Soeharto akan main golf di Rawamangun. Selain mobil presiden, hanya ada satu jip pengawal di belakang yang mengikuti. Namun rupanya polisi sudah terlalu lama menutup jalan. Klakson terdengar riuh di jalan.

"Lain kali polisi tidak perlu menyetop mereka terlalu lama. Mereka kan punya keperluan yang mendesak, sedangkan saya hanya mau berolahraga. Jadi biar saja saya menunggu sebentar, kan tidak apa-apa," kata Soeharto.


Menurut Wiranto, Pak Harto berkali-kali meminta adanya perbedaan antara pengawalan dinas dan pengawalan untuk sehari-hari. Jangan sampai rombongan presiden mengganggu aktivitas rakyat terlalu lama. Apalagi untuk urusan yang bukan kedinasan.

"Pergi ke Tapos yang jaraknya cukup jauh sekalipun, Pak Harto hanya dikawal secukupnya. Tidak mencolok dan tidak harus mengganggu aktivitas masyarakat," beber Wiranto.

Nah, kalau Presiden Soeharto saja dulu begitu memikirkan pengguna jalan lain, apa tidak malu mereka yang masih arogan di jalan?