INI cerita tentang orang Indonesia yang jadi balatentara Jepang ketika Perang Dunia 2.
Namanya Jusuf Kunto. Satu di antara pemuda yang memaksa Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Nama sebenarnya Kunto. Lahir di Salatiga, 8 Agustus 1921.
Kunto kecil ikut ayahnya merantau ke Pangkal Pinang, Sumatera.
Sebagai anak seorang mantri kesehatan di
zaman Belanda, Kunto berkesempatan mengenyam pendidikan di Hollandsch
Chinesche School.
Kemudian hari, lanjut ke Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang.
Kunto termasuk anak pemberani--jika sungkan menyebutnya nakal. Dia pernah menikam polisi Belanda.
Gara-gara itu Kunto buron. Sejak itu, dia menambah nama depannya; Jusuf.
Oleh koleganya, sang buronon diselundupkan ke Jepang.
"Di Negeri Sakura, ia sekolah di Politeknik, Waseda University," tulis Her Suganda, termuat dalam Kisah Istimewa Bung Karno.
Perang Dunia 2
Saat asyik-asyik menimba ilmu di Jepang, Perang Dunia 2 pecah. Jepang tampil ke muka.
Menurut Her Suganda, Jusuf Kunto termasuk
salah seorang dari rombongan terakhir pemuda-pemuda Jepang yang direkrut
menjadi pilot bala tentara jepang.
"Ia sempat bergabung dengan salah satu
skuadron pesawat tempur Jepang dan menyerang Kepulauan Hawaii, beberapa
pulau lainnya di Pacific, pengintaian dan pemboman Port Moresbi Irian
Timur," paparnya.
Dalam buku Rengasdengklok yang
juga ditulis oleh Her Suganda, dalam sebuah pertempuran udara,
pesawatnya tertembak Sekutu, saat terjadi pertempuran di Morotai dan
Halmahera, Maluku Utara.
"Kapten Penerbang Jusuf Kunto menderita luka parah," tulis Her Suganda.
Ia dibawa ke Jakarta dan dirawat di Centrale Burgelijke Ziekenhuis (CBZ), yang kini jade Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Gerakan Revolusioner
Semasa menjalani perawatan, Jusuf Kunto
banyak menjalin hubungan dengan mahasiswa Ika Daigaku, sekolah
kedokteran di zaman Jepang.
Di Jakarta, anak-anak Ika Daigaku
menjalankan gerakan bawah tanah untuk Indonesia merdeka. Geng ini
terkenal dengan nama Asrama Prapatan 10.
Ia pun disersi dari ketentaraan dan memilih bergabung dengan gerakan pemuda revolusioner.
Di samping menjalin hubungan persekawanan di ranah gerakan, dia juga menjalin hubungan cinta dengan mahasiswi Ika Daigaku.
Mahasiswi yang bernama Murtiningrum itu akhirnya dikawininya.
Di gerakan bawah tanah, Jusuf Kunto tak sekadar ikut-ikutan. Istilahnya dia masuk jadi "orang dalam".
Tak ayal jika dia terlibat dalam aksi yang
dirancang pemuda-pemuda revolusioner sewaktu memaksa hingga menculik
Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok.
Dua orang Bung tersebut diminta segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, menyusul berakhirnya perang
dunia kedua, 15 Agustus 1945, ditandai dengan kekalahan Jepang terhadap
Sekutu.
Intelijen
Di alam Indonesia Merdeka, ketika ibu kota
Republik Indonesia di Yogyakarta, Jusuf Kunto menjabat Staf Oemoem I
(SO-I) Markas Besar Tentara (MBT) di Benteng Vredenburg.
Dia, "menekuni bidang intelijenbersama Zulkifli Lubis," ungkap Her Suganda.
Ketika Belanda melancarkan agresi militer ke Yogyakarta, dia memindahkan markasnya dari Yogya ke Pakem.
Selama itu pula dia kerap menyamar keluar masuk Yogya. Gaya-gaya intelijen.
Perang masih berkecamuk ketika kesehatannya menurun, dan kemudian berpulang pada 2 Januari 1949 di Yogyakarta.
Akibat radang paru-paru, Jusuf Kunto mati muda. Usianya 28 tahun.
Pemuda penculik Soekarno itu dimakamkan di
pekuburan umum Badran, dekat kuburan China di sebelah barat stasiun
Tugu, Yogyakarta. (wow/jpnn)