Kamis, 28 November 2013

Jenderal Spoor Garap DI/TII untuk Pukul Republik

Eddi Santosa - detikNews
Jenderal Spoor/dok hetdepot.com
 Den Haag - Jenderal Spoor diangkat sebagai Panglima Pasukan Belanda (1946) segera setelah pasukan Jepang ditaklukkan Pasukan Sekutu. Sebelumnya selama pendudukan Jepang di Indonesia, Spoor dan pasukannya ikut menghindar ke Australia.

Ketika kembali ke Batavia, Jenderal Spoor mendapati negeri bekas koloni tersebut telah berubah total: revolusi berkobar di mana-mana. Meskipun demikian, Jenderal Spoor sedikit pun tak merasa khawatir.

Dalam pandangan Panglima termuda dalam sejarah militer modern Belanda itu, para pejuang kemerdekaan itu tak lebih dari "rampokkers (perampok)” dan "roversbenden (gerombolan penyamun)”, yang menindas warganya sendiri.

"Jika mereka dapat dilumpuhkan, rakyat Indonesia dengan sendirinya akan kembali memilih Belanda," demikian Spoor, sebagaimana dipublikasikan NRC Handelsblad (23/11/2013) baru-baru ini.

Spoor meyakini bahwa TNI (mula-mula TKR pada 5 Oktober 1945, kemudian menjadi TNI pada 3 Juni 1947), tidak memiliki kapasitas untuk sungguh-sungguh melancarkan perang gerilya. Namun kata-kata Spoor tersebut terbukti sebaliknya. Pada 1948 situasi militer terutama di Jawa Barat semakin memburuk.

Pasukan Belanda terdesak dan banyak jatuh korban. Lagipula pasukan organik TNI ternyata bukan satu-satunya yang harus dihadapi oleh pasukan Belanda, melainkan juga gangguan perlawanan dari Darul Islam pimpinan Sekarmadji Kartosoewirjo dan milisi Bambu Runcing yang pro komunis.

Jenderal Spoor sudah memerintahkan Panglima Daerah Militer Jawa Barat Mayor Jenderal (Mayjen) Henri Durst Britt untuk melakukan penumpasan, namun operasi militer ini tak memberi jalan keluar. Prajurit-prajurit Durst Britt gagal menumpas perlawanan. Ratusan kepala desa dan ambtenaar (pejabat) pro Belanda diculik dan dibunuh
 Spoor naik pitam atas tindakan Mayjen Henri Durst Britt yang dinilainya kurang tegas dan memutuskan untuk turun tangan sendiri dengan merancang adu domba antara DI/TII dan Bambu Runcing di satu pihak melawan pasukan republik (TNI) di pihak lain.

Tanpa sepengetahuan staf jenderalnya, Spoor secara diam-diam membentuk mereka menjadi "organisasi pertahanan rahasia".


Spoor meyakinkan milisi-milisi di Jawa Barat itu agar menghentikan perlawanan lebih lanjut terhadap otoritas Belanda. Mereka harus menghentikan serangan-serangan dan selanjutnya dikerahkan untuk menggempur pasukan TNI.
Sebagai imbalannya, pasukan Belanda akan membiarkan mereka dan tidak akan menyerang mereka. Di samping itu mereka dipasok dengan senjata dan uang.

Untuk melatih pasukan "organisasi pertahanan rahasia" ini, ditunjuklah Kapten Raymond Westerling, yang saat itu baru kembali dari operasi pembantaian di Sulawesi Selatan.

DI/TII Ternyata Antek Jenderal Spoor?

Eddi Santosa - detikNews 
Kartosoewirjo (berpeci)/dok Fadli Zon
 Den Haag - Menjadi tanda tanya besar mengapa tentara resmi negara (TNI), yang merupakan gabungan para pejuang revolusi, bisa keteteran menghadapi gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)? Hampir seluruh Jawa Barat jatuh di bawah kontrol mereka.

Ternyata DI/TII di bawah pimpinan Sekarmadji Kartosoewirjo, yang mencita-citakan berdirinya negara Islam Indonesia, dibiayai dan dipasok senjata oleh Jenderal Spoor.

Hal itu terungkap dari sebuah nota rahasia Bureau Algemene Zaken van de Directie Beleidszaken Indonesi (Biro Urusan Umum Direktorat Urusan Kebijakan Indonesia), Kementerian Luar Negeri Belanda.

Nota tersebut ditemukan oleh promovendus F.J. Willems ketika sedang melakukan riset untuk penyusunan biografi Kapten Raymond Westerling, seperti dikutip detikcom dari NRC Handelsblad (23/11/2013) baru-baru ini.


Pada masa perang kemerdekaan RI, Jenderal Simon Hendrik Spoor adalah Panglima Tentara Belanda, meliputi Koninklijke Landmacht/KL (Angkatan Darat), Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger/KNIL (Tentara Nasional Hindia Belanda) dan Koninklijke Marine/KM (Angkatan Laut), dengan total kekuatan 140.000 prajurit dan mesin-mesin perang modern.

"Zeer geheim. Sangat Rahasia," demikian tertulis dengan torehan pena di atas nota itu. Diuraikan juga dengan jelas bahwa nota tersebut tidak untuk pihak ketiga, tidak untuk disebarluaskan.

Ketika Jan Rookmaaker diangkat sebagai Kepala Direktorat ini pada 1952, hubungan Belanda dengan bekas koloninya itu sedang berada pada titik terendah
 Kampanye sangat anti-Belanda digencarkan oleh pers Indonesia. Dalam komentar-komentar, Belanda dipersalahkan atas memburuknya situasi keamanan.

Situasi di Indonesia saat itu sedang berkobar perang saudara antara pasukan Republik, TNI, melawan gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Pasukan TNI terdesak pada posisi defensif. Sebagian besar wilayah Jawa Barat jatuh ke dalam kontrol DI/TII.
Pers Indonesia pada 1952 itu sudah memberitakan bahwa Belanda secara diam-diam menyokong gerakan ini untuk memulihkan kekuasaannya yang telah hilang.

Atas tuduhan-tuduhan media Indonesia itu, Rookmaker memutuskan untuk memerintahkan penyelidikan sejauh mana Belanda bertanggung jawab atas gangguan keamanan di Indonesia.

Tuduhan-tuduhan itu akhirnya ditepis, karena hanya beberapa 'petualang' Belanda saja yang bergabung dengan DI/TII. Meskipun demikian, Rookmaker kurang nyaman dengan hasil penyellidikan itu.

Dari nota itu juga terungkap bahwa Jenderal Spoor dengan sangat rahasia sudah menggarap DI/TII sejak 1948. Di samping DI/TII, Spoor juga merangkul gerombolan "Bambu Runcing", sebuah sayap milisi komunis, yang kurang begitu mendapat porsi perhatian dalam buku-buku sejarah di Indonesia.

Sabtu, 23 November 2013

Nazi punya jasa dalam penyusunan teks proklamasi Indonesia

 
mesin ketik nazi. ©2013 merdeka.com/angga yudha pratomo

 Reporter : Angga Yudha Pratomo
Merdeka.com - Proklamasi Kemerdekaan adalah momen paling bersejarah berdirinya Bangsa Indonesia. Banyak kisah menarik yang terjadi saat penyusunan teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Salah satu fakta yang mungkin tidak terduga ialah jasa Nazi Jerman dalam pembuatan teks proklamasi.

Walaupun tidak banyak, namun bantuan Nazi saat itu sangatlah penting untuk kemerdekaan Indonesia. Apa peranan yang mereka lakukan untuk bangsa ini terhadap jalannya Proklamasi Kemerdekaan?

Kisah nyata ini berawal pada malam tanggal 16 Agustus 1945, saat sebuah draft proklamasi sudah dibuat oleh Soekarno , Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Seperti yang diketahui, pembuatan teks proklamasi tersebut dilakukan di rumah Laksamana Maeda, di Jl. Miyako-Doori 1, Jakarta. (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat).

Namun, masalah yang tak terduga pun datang. Mesin ketik di rumah Maeda ternyata memakai huruf kanji. Untungnya, salah seorang ajudannya, Satsuki Mishima, mengetahui di mana bisa mendapatkan mesin ketik tengah malam itu.

Dia langsung pergi menggunakan mobil Jip kepunyaan Maeda untuk meminjam mesin ketik kepunyaan kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) di Indonesia.

Mesin ketik itu merupakan salah satu benda bersejarah di Indonesia. Namun, ketika tim merdeka.com datang ke Museum Proklamasi, pihak museum menyatakan mesin tik yang dipajang tersebut hanya barang replika.

Salah seorang staf pemandu Museum Proklamasi, Jaka Perbawa menuturkan mesin tik yang dipajang sudah disesuaikan bentuknya dengan mesin ketik bersejarah itu.

"Kalau Mesin ketiknya sendiri yang sekarang bukan, bukan yang milik Jerman. Kita cuma pengadaan saja. Hanya replika saja yang umum digunakan tahun 40an," kata Jaka saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (20/11).

Pihak museum tidak mendapat penjelasan detail tentang mesin tik itu. Walaupun saat pembangunan museum, pemerintah Indonesia memang memanggil orang Jepang yang pernah menjadi kepala rumah tangga di tempat ini, yaitu Satsuki Mishima.

Namun, Satsuki tidak pernah menceritakan soal pinjam meminjam tentang mesin ketik. Mungkin hal itu dianggap tidak terlalu penting.

Selain itu, Jaka mengakui pihaknya sampai saat ini juga tidak mendapat penjabaran mengenai apakah mesin ketik tersebut dikembalikan atau tidak setelah pihak Jepang meminjamnya dari Angkatan Laut (AL) Jerman.

"Dari Mioshi dan Nisijima (ajudan Maeda) juga Ahmad Soebardjo, tidak dijelaskan apakah (mesin ketik) itu kembalikan atau tidak. Saya sendiri sampai sekarang pun saya tidak tau percis di mana kantor Angkatan Laut Jerman berada di mana," tuturnya.

"Seandainya, misalkan ketika waktu itu masa persiapan museum ini didirikan, kita sudah menemukan dulu kantornya Angkatan Laut Jerman itu di mana. Kita telusuri ke Jerman, dan mungkin masih hidup orangnya yang meminjamkan," ujarnya.

Ketika ditanya lebih dalam mengenai keterlibatan Jerman selain mesin ketik, menurutnya hal itu tidak terlalu terkuak. Karena Jerman, saat itu berhubungan langsung dengan Jepang. Bukan dengan para pemimpin Indonesia.
Baca juga:
Hitler berlindung ke Indonesia karena kagumi Soekarno
Ada jejak Nazi di tanah Jawa
Cerita di balik kedatangan armada Nazi ke Jawa
Walther Hewel, elite Nazi sahabat Hitler, tinggal di Indonesia
Kisah tawanan Jerman buat Pulau Nias merdeka dari Belanda
Tentara U-Boat Jerman bantu gerilyawan RI lawan Belanda
[ian]

Minggu, 10 November 2013

Ini pidato Bung Tomo yang menggetarkan jiwa arek-arek Suroboyo

Reporter : Anwar Khumaini
bung tomo. ©wordress.com
Merdeka.com - Hari ini, 10 November adalah Hari Pahlawan yang diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia. Hari ini diperingati untuk mengenang pertempuran dramatis antara arek-arek Suroboyo melawan Tentara Inggris yang ingin menguasai Surabaya pada 10 November 1945.

Waktu itu Tentara Inggris mengultimatum warga Surabaya untuk menyerah kepada Inggris, dan memberikan bendera warna putih sebagai tanda telah menyerahkan diri. Namun ultimatum itu tidak diindahkan oleh arek-arek Suroboyo.

Tak dapat dipungkiri, pidato Bung Tomo pada 10 November 1945 menjadi penyemangat arek-arek Suroboyo untuk bangkit melawan, dan tidak gentar oleh serangan pasukan Inggris yang dilengkapi dengan senjata canggih. Dengan keyakinan yang tinggi, serta semboyan merdeka atau mati, arek-arek Suroboyo pantang menyerah dan dengan gagah berani melawan pasukan Inggris di Surabaya.

Seperti apa pidato Bung Tomo yang menggugah itu? Berikut pidato lengkap pria yang belum lama ini diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah tersebut:

Bismillahirrohmanirrohim..
Merdeka!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan,
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka

Saudara-saudara.
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan,
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran.
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri.
Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara kita semuanya.
Kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu,
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya.
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini.
Dengarkanlah ini tentara Inggris.
Ini jawaban kita.
Ini jawaban rakyat Surabaya.
Ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu.
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!