Rabu, 13 Agustus 2014

Panglima perang dari Klender

Reporter : Arbi Sumandoyo
Muhammad Arif alias Haji Darip. (merdeka.com/arbi sumandoyo)
Merdeka.com - Foto lelaki bersorban dan berkaca mata hitam itu terpampang di tembok bercat putih. Di sebelahnya juga ada foto pria itu berjejer dengan 33 tokoh ulama Indonesia.

Mungkin tidak banyak orang mengenal wajah dalam foto itu. Namun bagi warga Klender, Jakarta Timur, nama itu tersohor dengan panggilan Haji Darip. Dia adalah pahlawan Betawi turut memerdekakan negeri ini dari penjajahan.

Nama aslinya Muhammad Arif. Dia dilahirkan di Klender pada 1886. Ayahnya bernama Haji Ku
rdin bin Run dan ibunya bernama Mai. "Ayah saya putra Betawi, dia lahir di Klender," kata Haji Uung, anak Haji Darip, membuka perbincangan dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.

Cerita Haji Darip menjadi pejuang sudah bukan rahasia umum. Dia mulai ikut bertempur melawan penjajah sepulang dari Makkah, Arab Saudi, pada 1916. Dia berjuang bersama Kiai Mursyidi dan Kiai Hasbiyallah lewat musala kecil tak jauh dari kediamannya di Klender. Musala ini kini berubah menjadi masjid megah bernama Al-Makmur.

Haji tidak hanya dikenal sebagai pemuka agama. Dia juga jago silat. Ketokohannya membuat dia disegani oleh masyarakat. Kekuasaannya terbentang dari Klender hingga Bekasi. "Bandit-bandit dulu pada takut sama Babe, Maklum dulu banyak perampok," ujar Haji Uung dengan logat Betawi kental.

Meski ditakuti para bandit, Haji Darip tidak besar kepala. Saat menghadapi pasukan Jepang, dia merangkul bandit-bandit itu untuk ikut berperang. Saat itu dia memimpin laskar bernama Barisan Rakyat (Bara). Isinya tokoh masyarakat, pemuda, dan jawara dari sekitar Klender. "Babe dijuluki panglima perang," tuturnya.

Kehebatan Haji Darip membuat tentara Belanda dan Jepang takut melewati daerah Klender. Kalau nekat, pasukan dipimpin Haji Darip bakal menyikat habis mereka. Meski hanya bermodalkan golok, anak buah Haji Darip tetap percaya diri melawan tentara Jepang.

Ada kisah menarik sebelum Soekarno dan Mohamad Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Dulu beberapa sumur-sumur di sekitar Klender tak bisa diminum airnya lantaran berwarna merah. penyebab berubahnya warna air lantaran banyak mayat tentara Jepang dibuang ke dalam sumur. "Dulu itu Kali Sunter warnanya juga merah karena banyak tentara Jepang dibunuh dan dibuang di situ," kata Haji Uung.

Haji Darip wafat pada 13 Juni 1981. Dia tidak dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Pusaranya bersebelahan dengan istrinya, Hajjah Hamidah di pemakaman wakaf Ar-Rahman, Jalan Tanah Koja II, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur.
[fas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar