Tan Malaka. Buku Dari Penjara ke Penjara |
Padahal, jasa Tan Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia amatlah besar. Bung Karno bahkan dulu sangat mengaguminya. Namun, di era Orde Baru nama Tan Malaka 'dihilangkan' dari sejarah bangsa. Di era Reformasi, barulah nama Tan Malaka kembali banyak dimunculkan.
Salah satunya lewat sebuah novel berjudul TAN yang ditulis oleh Hendri Teja, pemenang Sayembara Novel DKJ 2010. Novel itu terbit pada 11 Februari 2016 melalui Javanica, imprint PT Kaurama Buana Antara.
Acara Haul Tan Malaka ke-67 juga digelar jelang peringatan hilangnya Tan Malaka. Seperti diketahui, Tan Malaka hilang dan diyakini tewas ditembak oleh saudara sebangsanya sendiri pada 21 Februari 1949 silam.
Hendri mengaku, novelnya itu mencoba menghadirkan pada dunia sosok Tan Malaka yang digambarkan dalam novelnya sebagai sosok yang manusiawi, 'touchable', dan secara konsisten mampu menyusupkan berbagai gagasan dan pemikiran besar tentang Tanah Air yang sangat dicintainya.
Hendri berharap karakter Tan Malaka dalam novelnya dapat menjadi inspirasi. Dia berharap masyarakat merasa dekat dengan sosok Tan Malaka. Selain itu sosok Tan Malaka bisa menjadi cerminan anak muda masa kini.
"Saya ingin para remaja kini bisa mengarifi sosok Tan Malaka yang mampu memberikan perubahan untuk bangsa, seperti yang dilakukannya untuk Indonesia sebagaimana dirinya menggagas sebuah Republik bangsa kita ini," ucap Hendri dalam diskusi novel TAN di PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (19/3).
Anggota DPR Budiman Sudjatmiko yang juga menjadi pembicara dalam diskusi mengatakan, Novel TAN yang dibuat oleh Hendri adalah sebuah pengantar untuk mengenal sisi-sisi humanis, aspek-aspek kemanusiaan dari sang Bapak Republik.
"Tan Malaka merupakan tokoh penggagas RI sebelum Bung Karno, Bung Hatta, dan Sutan Sjahrir. Dalam novel ini kita diarahkan di mana kita akan melihat suatu gagasan besar atas Republik ini lahir dari seorang tokoh yang hidup sederhana, berasal dari kampung sederhana, namun memiliki kemewahan gagasan," kata Budiman.
Menurutnya para pemikir politik harus belajar bahwa gagasan besar itu banyak lahir dari kesederhanaan. "Saya kira para pemikir politik juga harus belajar bahwa gagasan besar itu banyak lahir dari kesederhanaan, seperti yang dicerminkan oleh Tan Malaka. Dan saya rasa novel ini layak untuk dijadikan sebuah film kelak," tutup Budiman.
[dan]