Sabtu, 17 Januari 2015

Akhir perjalanan Kusni Kasdut, si penjahat legendaris

Reporter : Mohamad Taufik


Kusni kasdut. wordpress.com
 Merdeka.com - Kisah petualangan penjahat legendaris Kusni Kasdut sudah banyak ditulis dalam berbagai artikel. Penjahat yang juga mantan pejuang melawan penjajah Belanda pada masa revolusi 1945 itu terlibat beberapa kali perampokan dan pembunuhan di negeri ini, salah satunya merampok Museum Nasional dan membunuh satu petugas pada 31 Mei 1961.

Kusni Kasdut bernama asli Waluyo. Dia lahir sebagai pemuda miskin, anak seorang petani miskin di Blitar, Jawa Timur. Di masa revolusi kemerdekaan dia tergabung tak resmi sebagai laskar rakyat yang bahu membahu bersama TNI melawan penjajah Belanda.

Ketika revolusi berakhir, Kusni Kasdut justru dibuat bingung. Kekacauan membuatnya bisa beristrikan seorang gadis Indonesia dari keluarga menengah, Sri Sumarah Rahayu Edhiningsih. Seorang istri yang ia cintai, ia banggakan, dan karena itu melahirkan tekad untuk menyenangkannya dengan kehidupan layak. Sementara sejak lahir, Kusni senantiasa bergelut dengan kemiskinan.
Kusni terus mencari pekerjaan. Namun, entah karena dia berharap terlalu tinggi, atau apa, yang ia terima tak lain serangkaian kegagalan. Berbekal pengalaman semasa revolusi 1945, ia pun mencoba mendaftar masuk TNI. Sayang, ia kembali ditolak.
 Penyebab penolakan Kusni masuh TNI karena selain karena tak pernah terdaftar dalam kesatuan pejuang, ia pun cacat fisik. Kaki kirinya sedikit timpang terserempet tembakan yang dia peroleh semasa perang. Kusni Kasdut menjadi orang terbuang meski bisa dibilang dia merupakan pejuang kemerdekaan.

Kusni Kasdut kemudian berteman dengan Bir Ali. Ali seorang laki-laki asal Cikini kecil (sekarang wilayah sekitar Hotel Sofyan), mantan suami penyanyi Ellya Khadam. Nama lengkapnya Muhammad Ali, dijuluki Bir Ali karena kesukaannya menenggak bir sebelum melakukan aksi. Kelak, Muhammad Ali menjalani hukuman mati pada 16 Februari 1980 karena membunuh Ali Badjened, seorang Arab kaya raya, saat merampok rumahnya.

Saat Kusni masuk, geng itu sudah beranggotakan Ali, Usman, Mulyadi dan Abu Bakar. Ketiganya memberikan posisi pemimpin karena melihat bakat memimpin yang Kusni Kasdut miliki. Pelan tapi pasti, satu persatu kejahatan membuat Kusni ketagihan.

Pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi membuat Kusni memandang penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan. Karena itu, untuk menghindari penangkapan yang berujung penjara, dia rela membunuh korbannya bila dirasa terpaksa. Kusni, kemudian seolah monster haus darah dalam setiap aksinya.

Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an, Kusni bersama Bir Ali merampok dan membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab Alhajiri, Kebon Sirih. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan Ali dari atas jeep. Perampokan pada masa itu sangat menggegerkan.
 Berselang satu tahun, pada 31 Mei 1961, Jakarta kembali gempar. Tak lain karena Museum Nasional Jakarta (Gedung Gajah) dirampok gerombolan Kusni Kasdut. Ibarat film, Kusni yang menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi, menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Dalam aksi nekat itu ia membawa lari 11 butir permata koleksi museum. Segera Kusni Kasdut jadi buronan terkenal.

Sekian tahun buron, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya dia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan divonis mati atas rangkaian kejahatannya. Kusni Kasdut akhirnya dieksekusi mati pada 16 Februari 1980 di sebuah daerah di Gresik, Jawa Timur.

Di hari-hari terakhir hidupnya, Kusni bertaubat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan. Itu karena perkenalannya di penjara dengan seorang pemuka agama Katolik. Ia pun memutuskan menjadi pengikut setia, dan dibaptis dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Sebelum dieksekusi mati, beberapa hal yang diminta Kusni dipenuhi. Dia menikmati sembilan jam terakhirnya di ruang kebaktian Katolik LP Kalisosok, dikelilingi anggota keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang (anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik. Kusni juga menikmati jamuan makan terakhir dengan lauk capcai, mie dan ayam goreng.
Pada masanya, Kusni adalah penjahat spesialis barang antik. Kisahnya sebagai sosok penjahat berdarah dingin ternyata tidak hanya dikenang oleh para korban atau keluarga korban. Ia juga sempat dijuluki 'Robin Hood Indonesia', karena ternyata hasil rampokannya sering di bagi-bagikan kepada kaum miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar