SINDONEWS.COM
SEHARI menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada Jumat 17 Agustus 1945, kini diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, terjadi penculikan terhadap Soekarno-Hatta, dan sejumlah tokoh lainnya, di Jakarta, dan Karawang.
Rumah yang dijadikan tempat penculikan Soekarno dan Hatta (dok:facebook/Hoesein Rushdy) |
Peristiwa penculikan tokoh nasionalis dan sosialis demokrat itu, dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Para penculiknya terdiri dari beberapa kelompok pemuda pejuang yang masing-masing kelompok mewakili berbagai aliran politik, mulai dari nasionalis, komunis, dan sosialis demokrat. Para pemuda ini dikenal juga Golongan Muda.
Menurut kesaksian perintis kemerdekaan Mr Iwa Kusuma Sumantri, dalam otobiografinya Sang Pejuang Dalam Gejolak Sejarah, penculikan terhadap Soekarno-Hatta, dilakukan Kamis 16 Agustus 1945 pagi.
"Esok harinya, gemparlah Jakarta. Kalangan tentara Jepang marah bukan main. Bung Karno dan Istrinya Fatmawati, serta bayi mereka Osamu Guntur, telah lenyap. Demikian juga Bung Hatta. Sutarjo Karyohadikusumah, Gubernur Jakarta hilang. Dia diculik puteranya sendiri, Setyadi. Sedangkan Bupati Kerawang Pandu Suriadiningrat yang secara kebetulan sedang mengadakan inspeksi di Rengasdengklok, juga ditawan oleh para pemuda," tulis Mr Iwa, di halaman 166.
Penculikan terhadap sejumlah tokoh ini, ada juga yang menyebut peristiwa pengamanan para pemimpin nasionalis dan sosialis demokrat, terhadap rencana besar Golongan Pemuda dalam menyatakan kemerdekaan Indonesia, setelah Jepang kalah perang.
Penting disebutkan dalam Cerita Pagi ini, beberapa kelompok pemuda pejuang yang terlibat dalam penculikan. Pertama kelompok Tan Malaka dari Partai Republik Indonesia (Pari) yang dipimpin Sukarni, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimiharjo, dan lainnya.
Kelompok pemuda kedua dipimpin Sutan Syahrir, diwakili oleh Johan Syahrasyah, Kusnaini, Ismunanto, dan lainnya. Kelompok ketiga dari Asrama Indonesia Merdeka, dipimpin oleh Chaerul Saleh, Adam Malik, Johan Nur, Darwis, RA Ratulangi, dan lainnya.
Selain ketiga kelompok yang telah disebutkan, kelompok pemuda lain yang juga terlibat dalam peristiwa itu, berasal dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang di antaranya Sudiro (Embah), Wikana, E Chaeruddin, Joyopranoto, dan lainnya.
Selain beberapa nama itu, nama lain yang penting disebutkan dalam peristiwa penculikan Soekarno-Hatta adalah seorang perintis kemerdekaan Mr A Subarjo, dan seorang tentara Jepang yang bersimpati terhadap kemerdekaan Indonesia, yaitu Laksamana T Maeda. Tanpa peran kedua orang ini, jalannya Republik Indonesia mungkin bisa berlainan dari sekarang.
Subarjo yang dikenal dekat dengan Jepang, seperti juga Soekarno, merupakan orang yang berhasil membujuk para pemuda untuk membebaskan Soekarno-Hatta, dari Rengasdengklok, dan membawanya kembali ke Jakarta, ke rumah Laksamana T Maeda.
Sementara Maeda, mempertaruhkan lehernya, dan mempercayakan Subarjo agar segera membawa kembali Soekarno-Hatta ke Jakarta. Jika keduanya gagal membawa Soekarno-Hatta, bisa dipastikan leher keduanya akan dipenggal Jepang.
"Mr Ahmad Subarjo berhasil membawa Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Demikian pula tawanan-tawanan lainnya, dengan dikawal Sukarni yang bersenjatakan pistol. Di depan rumah Hatta, mobil yang membawa Soekarno, dan Nyonya Fatmawati, serta putranya Guntur berhenti. Di sini Nyonya Fatmawati diturunkan. Sedangkan Soekarno-Hatta, dijemput utusan Kaigun, yaitu Forada, dan dibawa ke rumah Vice Admiral T Maida," ungkap Mr Iwa, di halaman 170.
Di rumah Maeda, telah berkumpul banyak tokoh pergerakan kemerdekaan. Di antaranya Mr Iwa Kusuma Sumantri, BM Diah, Sayuti Melik, Tengku Mohammad Hassan, Dr Rajiman Wedyodiningrat, I Gusti Ketut Puja, Dr Supomo, Mr A Abas, Andi Pangeran, Otto Iskandardinata, GSSJ Ratulangi, Andi Sultan Daeng Raja, Dr Syamsi, A Rivai, dan lainnya.
Selain sejumlah tokoh pergerakan kemerdekaan dari Golongan Tua, beberapa orang Jepang, selain Laksamana T Maeda, juga tampak hadir. Mereka menjadi saksi bersejarah, lahirnya bangsa Indonesia yang sangat dramatis.
Setelah istirahat sebentar, Soekarno-Hatta, Mr Ahmad Subarjo, dan Sayuti Melik, langsung merundingkan pembuatan naskah teks proklamasi. Setelah selesai, mereka masuk ke ruang besar yang di dalamnya terdapat anggota-anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
"Oleh Bung Karno, saya diberitahu lebih dahulu tentang bunyi naskah daripada teks pernyataan kemerdekaan yang akan diajukan mereka, kepada sidang. Saya mengusulkan agar kata 'maklumat' diganti menjadi 'proklamasi', karena lebih tepat. Usul ini diterima baik oleh mereka," terang Mr Iwa, di halaman selanjutnya.
Jam 4 pagi, Jumat 17 Agustus 1945, naskah teks proklamasi telah selesai dibuat. Berikut bunyinya:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
Kemerdekaan Indonesia
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain diselenggarakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Naskah teks proklamasi kemudian ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Sebelumnya, sempat ramai dibicarakan oleh mereka yang hadir di rumah Maeda, yakni siapa yang akan menandatangani naskah teks proklamasi itu. Golongan Pemuda ingin beberapa nama dari kalangan mereka disebutkan. Namun akhirnya, hanya dua nama saja yang boleh dicantumkan, yaitu Soekarno-Hatta.
Alasan dipilihnya Soekarno-Hatta dalam penandatanganan itu, karena mereka menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Demikian penandatanganan naskah teks proklamasi dilakukan oleh Soekarno-Hatta atas nama seluruh rakyat Indonesia. Saat itu, jam sudah menunjukkan 04.30 pagi.
Setelah semua yang hadir setuju, diputuskan pembacaan naskah teks proklamasi Jumat 17 Agustus 1945, jam 12.00 siang, di kediaman Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Jakarta. Tentang jam pembacaan teks proklamasi, ada yang menyebut jam 10.00 pagi. Bung Karno dan Bung Hatta kemudian istirahat.
"Upacara dipimpin Dr Muwardi. Sedangkan bendera merah putih dinaikkan dengan khidmat oleh Latief Hendraningrat. Tepat jam 12.00, Bung Karno membacakan teks proklamasi kemerdekaan tersebut, pelan, jelas, dan tegas. Betapa terharu, betapa bangga, serta bahagianya kami pada waktu itu. Saat inilah yang kami perjuangkan, dan saat inilah yang kami tuntut," kenang Mr Iwa, di halaman 175.
Demikian detik-detik jalannya proklamasi kemerdekaan Indonesia berlangsung sangat dramatis. Kini, 69 tahun sudah Indonesia merdeka. Namun perjuangan masih harus dilanjutkan, selama masih ada kemiskinan, selama masih ada penindasan. Selamat Ulang Tahun Indonesia, Merdeka!
(san)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar